JAKARTA, iNewsSemarang.id – BEM Universitas Indonesia (UI) memasang foto pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan judul foto itu "Habis Gelap Terbitlah Gelap".
Sedikit memodifikasi tulisan RA Kartini Habis Gelap Terbitlah Terang yang selalu diperingati pada 21 April sebagai Hari Kartini. Meskipun putusan ini mengikat, tapi BEM UI menyebut fenomena itu sebagai Demokrasi Otoriter.
Pemasangan foto tersebut merupakan respons BEM UI terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengeluarkan putusan terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang menolak seluruhnya gugatan yang diajukan pasangan calon nomor urut 01 dan nomor urut 03. Menanggapi keputusan itu,
Dalam pernyataannya, BEM UI menegaskan bahwa putusan MK menandai akhir dari proses demokratis dalam Pilpres 2024, dengan menunjukkan bahwa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah memanfaatkan berbagai lembaga yang seharusnya demokratis hanya untuk mempertahankan kekuasaannya.
"Lembaga-lembaga tersebut mencakup dewan legislatif, mahkamah konstitusional, pemilu multipartai, media, bahkan masyarakat sipil sendiri yang termobilisasi. Seakan-akan masyarakat dibuai karena tampaknya demokrasi ditegakkan dan diberdayakan oleh pemerintah," tulis BEM UI di Instagram-nya, Minggu (28/4/2024).
Konsep "Democratic Authorianism" yang digulirkan BEM UI menjelaskan bagaimana rezim otoriter memanfaatkan institusi-institusi yang seharusnya mewakili demokrasi untuk mempertahankan dan memperkuat kekuasaannya.
BEM UI menekankan bahwa upaya-upaya ini menunjukkan bahwa Pilpres 2024 dipenuhi dengan kepentingan yang hanya menguntungkan penguasa, sementara keadilan dan kedaulatan rakyat dikesampingkan.
Mereka juga menyoroti bahwa meskipun hukum dan konstitusi ada, namun seringkali terdapat kesenjangan dan ambiguitas yang memungkinkan penafsiran yang menguntungkan pihak berkuasa.
"Seluruh upaya yang tampak sistematis ini sekali lagi menunjukkan bahwa Pilpres 2024 dipenuhi kepentingan sewenang-wenang penguasa," papar BEM UI.
Dalam konteks ini, BEM UI mendorong masyarakat untuk tidak berdiam diri dalam menghadapi fenomena ini. BEM UI menekankan perlunya menjaga rasionalitas dan terus berupaya mempertahankan sisa-sisa kedaulatan yang masih dimiliki oleh rakyat, sebagai bentuk perlawanan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan kepentingan yang otoriter.
"Hukum tidak selalu ekuivalen dengan keadilan, konstitusi, sebagaimana ketentuan hukum lainnya selalu memuat kesenjangan dan ambiguitas yang melahirkan beragam penafsiran," jelas BEM UI.
Editor : Ahmad Antoni