get app
inews
Aa Read Next : 11 Kepala Kejaksaan Negeri di Jateng Diganti, Ada Apa?

Keluarga Korban Kasus Koperasi Artha Megah Minta Pergantian Hakim Majelis, Ini Alasannya

Kamis, 23 Mei 2024 | 06:37 WIB
header img
Dwiyono Nugroho menyerahkan surat tembusan permohonan ganti majelis hakim di Kejati Jateng. (Doni Marendra)

SEMARANG, iNewsSemarang.id -  Dwiyono Nugroho mewakili ahli waris almarhum Hasan Budiman dan Lisajanti Utomo mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng, Semarang, Rabu (22/5/2024).

Kedatangannya untuk menyerahkan surat tembusan permohonan pergantian majelis hakim.Pergantian majelis hakim yang disebut dalam surat tersebut adalah majelis hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang menangani perkara dugaan penggelapan dengan terdakwa Pramudya dalam kasus Koperasi Artha Megah.

"Surat permohonan sudah dilayangkan ke Mahkamah Agung, kami kesini (Kejati) hanya menyerahkan surat tembusannya saja. Intinya, kami menghendaki agar majelis hakim yang menangani perkara penggelapan aset alm Hasan Budiman supaya diganti," katanya. 

Dwiyono mengatakan,permohonan pergantian majelis hakim tersebut karena adanya kekhawatiran dari kuasa hukum korban, Dr Matthew Marcelinno Gunawan, akan persidangan yang nantinya berjalan tidak netral. Sebab, dalam sidang sebelumnya, majelis hakim telah membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum.

 “Majelis hakim yang sekarang adalah majelis yang sama yang membebaskan Cherry Dewayanto, yang mana kasus tersebut akhirnya dibatalkan pada putusan kasasi Mahkamah Agung. Terdakwa harus kembali menjalani hukuman selama 2 tahun, dan Peninjauan Kembali ditolak. Nah, saat splitsing perkara ini bergulir, justru yang memimpin sidang adalah ketua majelis yang sama saat Cherry dibebaskan. Maka kami berpikir ada unsur tidak netral dalam persidangan,” jelas Dwiyono.

Hingga akhirnya penuntut umum mengajukan Kasasi dan mengabulkan permohonannya, sehingga perkara Pramudya kembali bergulir di PN Purwokerto.  "Kami mengajukan permohonan pergantian hakim, karena supaya persidangan kasus penggelapan berjalan netral," ujarnya. 

Sementara, Aspidum Kejati Jateng Sulisyadi megatakan bahwa kasus ini berawal dari adanya lelang aset milik milik korban, alm Hasan Budiman yang dilakukan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwokerto. Lelang ini yang dilakukan pada tahun 2017 ini melibatkan terdakwa Pramudya bersama terpidana Cherry Dewayanto.

Padahal koperasi Artha Megah diketahui beroperasi dengan izin yang berlaku dari 20 Januari 2005 hingga 20 Januari 2015. “Kegiatan lelang tersebut tahun 2017 dengan KSU Artha Megah sudah tidak memiliki izin operasional koperasi,” jelas Sulisyadi.

Sulisyadi menegaskan bahwa berdasarkan undang-undang koperasi, lelang langsung tidak diperbolehkan jika izin operasional sudah habis. “Jadi KSU berdasarkan undang-undang koperasi, bahwa seseorang masih ada barang yang belum dilelang dan operasional sudah habis, tidak boleh melakukan lelang langsung seperti itu, jadi ada panitia khusus, jadi ini tidak ada,” jelasnya.

Pihaknya juga menampik anggapan adanya kriminalisasi yang dilakukan terhadap terdakwa yang berprofesi sebagai pengacara. "Tidak ada kriminalisasi, karena perkara sebelumnya dengan terpidana Cherry Dewayanto juga telah diputus Mahkamah Agung. Ada pasal 55 KUHP. Pada saat pelelangan Pramudya bukan dalam kapasitas sebagai pengacara,tapi  atas nama individu,” tegas Sulisyadi.
 

Editor : Ahmad Antoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut