SEMARANG, iNewsSemarang.id - Lettu Laut (KH) Ado Awan Dharmawan memohon kepada majelis hakim Pengadilan Militer II-10 Semarang agar membebaskannya dari segala tuntutan Oditur Militer.
Ado didakwa atas kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) penelantaran terhadap anak dan istri yang merupakan seorang Polisi Wanita (Polwan) di Polres Blora. Pada sidang sebelumnya, Oditur Militer menuntut agar majelis hakim menghukum terdakwa pidana penjara selama tujuh bulan.
Permohonan ini disampaikan melalui Penasihat Hukumnya Lettu Laut (H) Jainal Mustafa Siregar dalam sidang agenda pledoi pada Rabu (22/5/2024). Ia mengungkapkan berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
Dalam perkara ini tidak terbukti terjadi penelantaran dan kekerasan psikis terhadap istri. Serta tidak terbukti terjadi pengancaman menakut-nakuti yang tujukan secara pribadi oleh terdakwa pada istrinya.
Perihal terdakwa yang diduga melakukan KDRT dengan cara menelantarkan istri baik secara lahir maupun batin, ia menilai tidak dapat dibuktikan secara sah.
Pasalnya tidak ada satu buktipun yang dapat mendukung tuduhan sang istri sebagaimana amanah Pasal 49 huruf a Undang Undang republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga.
Ditambah dalam fakta persidangan, sejak awal pernikahan hingga saat ini terdakwa Ado masih memberikan nafkah lahir dengan cara mentransfer sejumlah uang dan memberikan anaknya susu setiap bulannya. Serta membelikan anak mainan.
"Terdakwa memberikan uang belanja dari bulan Oktober 2019 sampai dengan bulan September 2023 terbukti yaitu sejak bulan Oktober 2019 setelah ATM dipegang istri terdakwa tetap dikirimi uang belanja sebesar Rp3 juta, kemudian sejak januari 2022 sampai dengan September 2023 Terdakwa selalu transfer ke saksi-1 sebesar Rp 1,5-3 juta," jelasnya.
Mengenai nafkah batin, lanjutnya, dapat disimpulkan bahwa terdakwa telah berusaha untuk mengajak kembali pulang dan berhubungan dengan sang istri namun ditolak.
Justru istrinya dinilai melakukan perbuatan Nusyuz sesuai dengan aturan kompilasi hukum islam pasal 80 - ayat (7) dengan cara meninggalkan terdakwa selama bertahun-tahun sehingga sesuai hukum kewajiban untuk memenuhi nafkah lahir dan batin gugur demi hukum.
"Tuduhan yang dilontarkan kepada terdakwa sejatinya telah gugur demi hukum mengingat alat bukti yang digunakan Oditur dalam tuntutannya bukan berupa Visum Et Repertum Psikiatrikum (VeRP) yang berlebel Pro Yustitia. Melainkan menggunakan surat keterangan sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk kyan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan sesuai dengan pasal 18 Permenkes No. 77 tahun 2015," ujarnya.
Dalam fakta persidangan juga terungkap, lanjut Lettu Laut (H) Jainal Mustafa Siregar, dimana setiap istrinya meminta sesuatu selalu diberikan. Seperti permintaan dibelikan sepeda ontel untuk berolahraga dan berangkat pergi pulang ke kantor, dan juga beli televisi. Bahkan, Ado juga sering menanyakan kabar sang anak ketika ia sedang bertugas.
Menurutnya, fakta itu cukup membuktikan terdakwa tak ada niat menelantarkan keluarga. Selain permohonan di atas, ia juga memohon agar nama baik kliennya dapat dipulihkan.
"Memulihkan nama baik Terdakwa, nama baik TNI, nama baik TNI-AL yang sudah di cemari oleh saksi pelapor melalui konfrensi pers bersama-sama dengan Pengacaranya serta menyebarkannya di berbagai media sosial, sehingga membuat pimpinan TNI-AL kecewa sebab merusak Citra Institusi yang kita cintai dan yang kita banggakan ini," ucapnya di hadapan majelis hakim.
Penasihat Hukum juga memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan demi hukum, karena tidak terbukti dalam persidangan.
Editor : Ahmad Antoni