JAKARTA, iNewsSemarang.id - Pemerintah berencana melarang iklan rokok dengan perketat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Dewan Periklanan Indonesia (DPI) menilai aturan tersebut bisa mengancam keberlangsungan industri kreatif dan penyiaran.
Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI), M Rafiq menjelaskan diaturnya iklan rokok secara ketat dapat mengurangi pemasukan industri kreatif dan penyiaran secara signifikan. Tak tanggung-tanggung, dikatakan bahwa nilai kerugian mencapai triliunan pertahun.
"Secara keseluruhan, iklan rokok menyumbangkan pundi-pundi hingga Rp9,1 triliun terhadap pendapatan iklan media sepanjang 2021. Jelas ini nantinya dapat menghambat pengembangan industri ekonomi kreatif," kata Rafiq dalam konferensi pers, Selasa (28/5/2024).
Dengan berkurangnya pemasukan industri kreatif dan penyiaran dari iklan rokok, Rafiq mengungkap ada 725.000 orang yang terancam kekurangan pekerjaan. Menurutnya, gelombang PHK bukan tidak mungkin akan kembali terjadi jika aturan ini resmi diberlakukan.
"Jumlah pekerja di industri kreatif sebelum pandemi satu jutaan, setelah pandemi 725.000 orang. Kalau iklan rokok ini betul-betul dilarang, seperti yang ada di dalam Revisi UU Penyiaran, kami khawatir kita akan kehilangan 100.000 lagi," jelasnya.
Lebih lanjut, Rafiq meminta agar pemerintah tetap menggunakan aturan yang sudah dijalankan sebelumnya. Ia mengklaim bahwa dengan aturan lama pun industri sudah cukup terbebani lantaran banyak mengurangi pemasukan dari iklan rokok.
"Kita bukan tidak mau diatur karena selama ini kita diatur dan kita menjalankan dengan sangat ketat. Kita nurut. Aturan yang sudah ada sudah sangat mengurangi iklan rokok yang menghidupi industri kreatif. Kami meminta agar Pemerintah memikirkan dampaknya," ucap Rafiq.
Untuk diketahui, RPP Kesehatan sebagai aturan pelaksana UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 memperketat waktu siaran iklan rokok dari semula 21.30 - 05.00 menjadi 23.00 - 03.00. Selain itu ada juga larangan iklan rokok di media elektronik dan luar ruang.
Editor : Ahmad Antoni