Setelah mengikuti pendidikan di Polisi Akademi, Hoegeng bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara atau kini Polri.
Pada 1950, ia mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, Georgia, Amerika Serikat, dan selanjutnya menjabat sebagai Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya pada 1952.
Karier Hoegeng semakin menanjak ketika ia ditunjuk sebagai Kepala Bagian Reserse Kriminal Kantor Polisi Sumatra Utara pada 1956. Empat tahun kemudian, ia mengikuti Pendidikan Brimob dan menjabat sebagai Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri Luar Negeri (1965), dan Menteri Sekretaris Kabinet Inti pada 1966.
Hoegeng kemudian menjadi Deputi Operasi Pangak dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi pada 1966. Pada 5 Mei 1968, ia diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara, menggantikan Soetjipto Joedodihardjo.
Selama masa kepemimpinannya, terjadi perubahan nama pimpinan kepolisian Indonesia berdasarkan Keppres Nomor 52 Tahun 1969.
Keppres ini mengubah sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri), serta merubah markas besar kepolisian menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabes Pol) dan sejumlah jabatan di bawah Kapolri seperti Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI (Kadapol). Perubahan juga berlaku pada sebutan Seskoak menjadi Seskopol.
Kepemimpinan Hoegeng ditandai dengan pembenahan beberapa bidang termasuk struktur organisasi Polri. Struktur baru yang diterapkan terlihat lebih dinamis dan komunikatif.
Di bawah kepemimpinannya, Polri juga semakin aktif dalam organisasi polisi internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), yang ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta