SEMARANG, iNewsSemarang.id – Suasana tegang mewarnai pembongkaran lebih dari 90 lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di area Perhutani KPH Kendal, tepatnya di sepanjang Jalan RM Hadi Soebeno, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Kamis (29/8/2024) pagi.
Satpol PP Kota Semarang terpaksa mengambil tindakan tegas dengan merobohkan bangunan-bangunan semi permanen yang diduga tidak memiliki izin resmi.
Pembongkaran dimulai pukul 08.00 WIB, menggunakan dua alat berat jenis excavator. Proses ini tidak berjalan mulus, karena sejumlah orang yang diduga pemilik lapak berusaha menghalangi aksi petugas.
Situasi sempat memanas dengan terjadi adu mulut dan dorong-dorongan antara kedua belah pihak, namun proses pembongkaran terus dilakukan.
Lapak-lapak tersebut dibongkar atas dasar laporan dari Forum Pemberdayaan Advokasi Masyarakat Mijen yang mengadukan kondisi hutan yang semakin rusak akibat pembangunan lapak PKL di lahan milik Perhutani.
Menanggapi aduan tersebut, Dinas Tata Ruang (Distaru) dan Satpol PP Kota Semarang pun segera bertindak.
Sekretaris Satpol PP Kota Semarang, Marthen Stevanus Dacosta, menjelaskan bahwa pihaknya sudah memberikan Surat Peringatan (SP) 1 hingga SP 3 kepada pihak koperasi yang diduga terlibat dalam pembangunan lapak-lapak ini.
Namun, tidak ada itikad baik dari pihak koperasi untuk menanggapi surat peringatan tersebut.
"Kami telah melayangkan SP 1, 2, dan 3, namun koperasi yang terlibat tidak memberikan klarifikasi atas aduan yang masuk. Meski sudah ada rekomendasi untuk menyegel lokasi, nyatanya di lapangan pembangunan masih terus berlanjut. Ini yang sangat kami sayangkan," ujar Marthen di lokasi pembongkaran.
Lebih lanjut, Marthen juga mengungkapkan bahwa dalam rapat koordinasi di kecamatan Mijen pada awal Juli 2024, pihak koperasi telah berjanji untuk menghentikan pembangunan, namun kenyataan di lapangan, pembangunan terus dilanjutkan.
"Dari informasi yang kami terima, lapak-lapak ini disewakan atau dijual dengan harga yang cukup tinggi, mencapai 40 hingga 60 juta rupiah per unit. Kami berharap pihak koperasi bisa segera berkomunikasi dengan Perhutani untuk mengurus izin resmi, agar tidak merugikan masyarakat di sekitar sini," ucap Marthen.
Editor : Maulana Salman