MOSKOW, iNewsSemarang.id - Sosok Elvira Nabiullina menjadi sorotan dunia. Perempuan pertama yang menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Rusia itu, menjadi andalan Presiden Vladimir Putin untuk menjaga ketahanan ekonomi negara yang sedang didera sanksi Barat.
Elvira kali pertama tampil dalam konferensi pers hanya beberapa hari setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Penampilannya saat itu seolah menegaskan bahwa Rusia siap menghadapi krisis yang diakibatkan oleh sanksi Barat terhadap negara beruang merah itu.
Kini dua bulan sudah Rusia menghadapi sanksi barat sebagai protes atas agresi militer ke Ukraina. Meski demikian, Rusia mengklaim sanksi tersebut lebih memukul Barat dibandingkan Rusia. Hal itu, terbukti dari inflasi tinggi yang dialami Amerika Serikat (AS) dan sekutu pada Maret 2022.
Berikut fakta-fakta Elvira Nabiullina, pejabat Rusia yang menjadi andalan Presiden Vladimir Putin, sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber:
1. Tak Asing dengan Krisis Ekonomi
Elvira Nabiullina tidak asing dengan krisis ekonomi. Sejak mengambil alih posisi Gubernur Bank Sentral Rusia pada 2013, dia terbukti mampu menjaga ekonomi Rusia dari gempuran sanksi Barat akibat aneksasi yang dilakukan negara itu terhadap Krimea pada 2014.
Ketika rubel Rusia anjlok terhadap dolar AS di tengah jatuhnya harga minyak dan sanksi Barat yang melumpuhkan pada 2014, Elvira Nabiullina menaikkan suku bunga menjadi 17,5 persen dan mengalihkan rubel menjadi mata uang yang mengambang bebas.
Kebijakan moneter konservatif yang diberlakukannya, membantu Rusia kembali ke pertumbuhan dan menurunkan inflasi, sekaligus membawanya memenangkan penghargaan global. Publikasi Barat, termasuk Euromoney dan The Banker, memujinya sebagai salah satu pembuat kebijakan moneter terbaik di dunia.
"Saya pikir Elvira Nabiullina adalah seorang teknokrat yang efektif, tetapi dia pada akhirnya masih menjadi bagian dari sistem Putin. Dan dalam sistem Putin, tugas seorang teknokrat bukanlah melakukan yang terbaik untuk rakyat Rusia, tetapi melakukan yang terbaik untuk sistem Putin," kata Maximilian Hess, pakar Rusia di Institut Penelitian Kebijakan Luar Negeri di London.
Editor : Sulhanudin Attar