KENDAL, iNewsSemarang.id – Tradisi Weh-wehan yang digelar masyarakat Kaliwungu, Kendal, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ternyata telah berusia 500 tahun. Weh-wehan yang juga dikenal dengan Ketuin digelar setiap tanggal 12 Rabiul Awal tahun hijriah, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 8 Oktober 2022.
Peringatan hari lahir Nabi Muhammad ini dirayakan secara semarak mirip lebaran hari raya Idul Fitri. Pasalnya, hampir setiap gang-gang yang ada di Kota Santri ini dipenuhi warga yang saling bertukar makanan.
Tradisi Weh-wehan sendiri merupakan tradisi saling berbagi dan memberi makanan antara tetangga satu dengan yang lainnya.
Saat tradisi ini digelar, warga mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa memakai pakaian baru dan hilir mudik dari gang satu ke gang yang lainnya untuk membagikan makanan kepada tetangga.
Muhammad Tommy Fadlurrahman, salah seorang tokoh masyarakat Kaliwungu menuturkan, tradisi Weh-wehan yang rutin dilaksanakan dalam setiap tahunnya sangat penting untuk terus dilestarikan oleh generasi muda.
"Tradisi ini sangat baik untuk memberikan edukasi kepada anak-anak agar mereka sejak dini memiliki rasa saling berbagi dengan tetangga atas rezeki yang telah diperolehnya," kata pria yang akrab disapa Gus Tommy, Jumat (7/10/2022).
Dikatakan Gus Tommy, dalam tradisi Weh-wehan, makanan yang dibagikan kepada tetangga beragam jenisnya. Mulai dari makanan tradisional hingga makanan kemasan yang mudah didapatkan.
Sementara itu, menurut sesepuh Ulama Kaliwungu, KH Muhibbuddin, tradisi Weh-wehan sudah ada sejak jaman Kiai As'ari atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai Guru.
Sebagai informasi, Kyai Asy’ari merupakan ulama besar yang hidup pada tahun 1781-an di daerah Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Makamnya yang ada di Desa Protomulyo, Kaliwungu Selatan, menjadi tujuan peziarah dari berbagai daerah.
"Awalnya tradisi ini digelar di Kampung Kauman, tapi sekarang lebih berkembang dan digelar di seluruh penjuru kampung yang ada di wilayah Kecamatan Kaliwungu," terangnya.
Dalam tradisi ini makanan yang paling familiar dan menjadi ikon adalah sumpil yang merupakan makanan khas Kaliwungu. Sumpil ini terbuat dari beras dan dibungkus menggunakan daun bambu berbentuk mengerucut.
Makanan khas Kaliwungu ini biasanya disajikan dengan bumbu kelapa parut dengan rasa pedas.
"Weh-wehan ini berasal dari kata aweh yang artinya memberi. Di sini diajarkan kepada masyarakat untuk saling memberi kepada tetangga tanpa memandang status sosial," jelas Kiai Muhibbuddin.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait