Sidang Tragedi Kanjuruhan Digelar Tertutup, PN Surabaya Tuai Protes Koalisi Masyarakat Sipil

Avirista Midaada
Koalisi Masyarakat Sipil memprotes kebijakan PN Surabaya yang menerapkan pembatasan ketat pada sidang Tragedi Kanjuruhan. (Foto: Antara)

MALANG, iNewsSemarang.id - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menuai protes dari Koalisi Masyarakat Sipil lantaran menerapkan kebijakan berupa pembatasan ketat sidang Tragedi Kanjuruhan. Kebijakan itu mendorong Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Komisi Yudisial (KY) agar membuka akses persidangan tersebut secara penuh.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas Lembaga Bantuan Hukum Pos Malang (LBH Malang), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru Foundation, dan IM57+ Institute itu menilai, keterbukaan di persidangan kurang.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Daniel Siagian memandang, terdapat berbagai keganjilan mulai dari terbatasnya akses terhadap pengunjung, terdakwa dihadirkan secara daring, dan diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam persidangan pidana oleh majelis hakim. 

"Kami menilai bahwa langkah yang dilakukan oleh PN Surabaya untuk membatasi akses persidangan tragedi Kanjuruhan merupakan langkah yang tidak tepat," kata Daniel Siagian dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).

Dia menyatakan, acuan persidangan secara terbuka diatur pada Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo Pasal 13 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Beleid itu mewajibkan bagi majelis hakim dalam setiap pemeriksaan di pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum.

"Jika pembatasan terhadap akses persidangan untuk turut mengawal jalannya persidangan kasus Kanjuruhan terus dilakukan, maka terdapat indikasi adanya upaya untuk menutupi proses hukum Tragedi Kanjuruhan," ujar Daniel.

Dia mengaku juga menerima pernyataan sejumlah jurnalis yang memprotes persidangan tidak boleh disiarkan secara langsung.

"Kami juga meneruskan permintaan keluarga korban itu sidang harus disiarkan secara langsung. Maka mau tidak mau, kami pendamping perlu desakan ekstra buat ini," katanya.

Apabila penyebab pembatasan pengunjung dalam persidangan tersebut adalah faktor keamanan, menurut Daniel, maka PN Surabaya seharusnya dapat memberikan pilihan lain agar jurnalis dan masyarakat tetap dapat melihat dan memantau jalannya persidangan.

Dirinya juga memprotes salah seorang terdakwa Tragedi Kanjuruhan yang dihadirkan secara online. Menurutnya, kebijakan itu melanggar Pasal 154 ayat (4) KUHAP.

"Terlebih lagi, pemerintah telah mencabut kebijakan pemberlakuan dan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Desember 2022 lalu yang berarti tidak ada alasan hakim untuk dalam menghadirkan terdakwa secara online," katanya.

Keganjilan lain yang disorot Daniel dan rekan-rekannya yakni diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam persidangan pidana. Keputusan tersebut bertentangan dengan Pasal 16 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan polisi tidak memiliki wewenang untuk melakukan pendampingan hukum di persidangan pidana. 

Menurutnya, profesi yang berhak mengenakan atribut toga dan melakukan pendampingan hukum dalam persidangan pidana adalah seorang advokat. 

"Anggota Polri tidak dapat menggunakan atribut atau toga advokat. Untuk menjadi advokat harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana sudah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sehingga kami menilai keputusan tersebut, telah merusak dan melecehkan sistem hukum yang berlaku," katanya.

Editor : Maulana Salman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network