JAKARTA, iNewsSemarang.id - Krisis moneter pada tahun 1998 membuat situasi keuangan negara ambruk. Tak hanya itu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terjun bebas dari Rp2.000 per dolar AS menjadi Rp18.000 hanya dalam waktu 40 hari hingga membuat banyak perusahaan gulung tikar. Namun dari sejumlah perusahaan, ada yang berhasil bertahan hingga sekarang.
Krisis moneter membuat banyak orang kaya dan pengusaha melarikan diri dari Indonesia untuk menyelamatkan diri. Sementara sebagian yang lain memilih bertahan di Tanah Air dan melakukan berbagai cara agar usaha tetap berjalan.
Nah, berikut ini lima pengusaha yang selamat dari krisis moneter dan sukses bertahan hingga sekarang, yang dikutip dari berbagai sumber:
1. Keluarga Ciputra
Keluarga Ciputra adalah salah satu yang sukses bertahan meski diguncang krisis moneter. Sebagai salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia dengan banyak karyawan, Ciputra Group melakukan berbagai upaya untuk bisa bertahan dari hantaman krisis moneter.
Ciputra saat itu terpaksa memangkas karyawan hingga tersisa 35 persen dari jumlah sebelumnya. Dia juga melakukan perampingan struktur organisasi perusahaan, dan memangkas biaya operasional secara besar-besaran. Dia pun mengubah strategi pemasaran, dengan mengurangi iklan dan melakukan penjualan langsung.
Perlahan, dengan tetap menjaga kepercayaan dari bank, nasabah, masyarakat dan karyawan, perusahaannya mampu bangkit dan membayar seluruh utang-utangnya. Sebagai grup yang memiliki bisnis utama sebagai pengembang properti skala besar, Ciputra Group telah berekspansi ke berbagai sektor usaha mulai dari gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, apartemen, fasilitas rekreasi, pendidikan, kesehatan, asuransi, agrikultur, pusat kesenian, dan broker properti.
2. Mochtar Riady
Pemilik nama asli Lie Mon Tie ini adalah pendiri dan ketua emeritus Grup Lippo. Saat krisis moneter terjadi, devaluasi dan bunga kredit melambung tinggi sehingga menimbulkan kredit macet dan banyak perusahaan bangkrut.
Lippo Bank sangat terpukul atas kejadian tersebut. Bagi mereka kala itu hanya ada dua pilihan, melepas semua saham dan menyerahkan Lippo Bank kepada Bank Indonesia atau berusaha menginjeksi modal kerja.
Setelah melakukan pertimbangan matang, Mochtar Riady akhirnya memutuskan menambah modal kerja dengan menjual 70 persen saham Lippo Life ke perusahaan asuransi jiwa American International Group (AIG) demi menyelamatkan 70 persen saham Lippo Life untuk menebus barang jaminan berupa harta tidak bergerak. Ini menjadi titik awal perusahaan Lippo Group dari bisnis keuangan ke bisnis properti.
3. Anthony Salim
Konglomerat pemimpin PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT Bogasari Flour Mills ini juga tak terlepas dari hantaman krisis moneter pada 1998. Saat itu utang perusahaan sangat besar mencapai Rp55 triliun hingga beberapa anak perusahaan, seperti PT Indomobil Sukses Internasional, BCA dan PT Indocement Tunggal Perkasa terpaksa dilepas.
Agar tidak makin terpuruk, Anthony Salim berusaha memperkuat bisnis perusahaan. Dengan dua perusahaan yang tersisa, dia membangun kembali bisnis yang sebelumnya diprediksi tidak dapat tumbuh lagi.
Usahanya berhasil, kini tidak hanya sukses di dalam negeri, dia juga melakukan ekspansi ke luar negeri dan menjalin kerja sama dengan perusahaan asing. Berkat kepiawaiannya memimpin perusahaan, dia masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia.
4. Keluarga Hartono
Djarum milik Michael dan Budi Hartono juga mengalami masa-masa sulit saat krisis moneter 1998 lalu. Sempat mengalami kerugian, akhirnya Djarum berhasil bangkit hingga bertahan sampai saat ini.
Bahkan mereka membeli saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Karena kinerjanya terus positif, Djarum menambah porsi sahamnya di bank tersebut hingga menjadi pemilik mayoritas. BCA kini menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.
Tak cuma bertahan, Djarum juga melebarkan sayap bisnisnya ke sejumlah bidang, elektronik, perkebunan, properti, investasi digital, makanan dan minuman hingga belanja online.
5. Keluarga Widjaja
Eka Tjipta Widjaja pemilik Sinar Mas Grup ini menjadi salah satu konglomerat yang berhasil melewati krisis moneter. Krisis moneter sempat menggoyahkan bisnisnya. Namun setelah melakukan restrukturisasi dan transformasi, Sinar Mas berhasil bertahan hingga sekarang.
Tapi ternyata kondisi terparah dialami perusahaan pada 2001. Karena saat itu, perusahaan memiliki utang sebesar 13,5 miliar dolar AS, yang membuat perusahaan goyah dan harus melepas bank miliknya, Bank Internasional Indonesia (BII) ke Temasek dan berganti nama menjadi Bank Maybank Indonesia.
Dia sekali lagi bisa bangkit. Kini, Sinar Mas Grup menjadi salah satu grup bisnis terbesar di Indonesia. Bisnisnya bergerak di berbagai sektor, mulai dari makanan, agribisnis, teknologi, komunikasi, kesehatan, pertambangan, energi, layanan keuangan, kertas, dan properti.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait