Kisah Perjalanan Laut Pangeran Diponegoro yang Memilukan hingga Ikhlas jika Harus Mati

Susi Susanti/Rivo
Pangeran Diponegoro berjuang melawan Belanda. Foto: Ist

Meskipun Knoerle berkeberatan dan menyatakan bahwa satu-satunya peta di kapal hanya untuk keperluan navigasi, Pangeran tetap gigih bertanya. Ia ingin mengetahui tentang rute laut ke Jeddah, apakah pantai-pantai Sulawesi dapat dilayari, dan bagaimana penduduknya.

Sederet pertanyaan yang kadang menarik, kadang menjengkelkan, ini menguji kesabaran Knoerle.

Pada pukul dua dinihari, tanggal 14 Mei, ketika badai hebat melanda gunung Muria di Jepara menuju laut, Diponegoro tiba-tiba keluar dari kamarnya dan memanggil Knoerle agar segera memerintahkan komandan kapal korvet untuk segera menjatuhkan jangkar!

"Hari berikutnya, Pangeran terus mengomel dengan permintaan-permintaan yang tak wajar, padahal laut begitu tenang namun hari terasa sangat panas, kami berada dekat pantai Lasem." Pemandangan garis pantai Laut Jawa itu ternyata sangat mengiris hati Pangeran.

Namun, di samping itu, Pangeran tetap mengirimkan nasi dari meja makannya setiap hari untuk Knoerle, dan mengundangnya untuk sarapan pagi bersama dengan menu kentang, sambal, teh hitam, dan biskuit kapal sambil duduk-duduk di tikar jerami yang luas.

Pangeran juga tertarik dengan gambar-gambar dalam buku-buku dan almanak yang dipinjamkan oleh Knoerle, sembari menikmati anggur Sungai Rhine (Jerman) dan anggur dari Tanjung Harapan yang diberikan oleh para pengawal sebagai "obat" untuk mengatasi keinginannya yang mendadak ingin mencicipi anggur.

Dalam pertemuan-pertemuan ini, yang Knoerle sebut sebagai "percakapan di atas tikar jerami," Pangeran menceritakan banyak hal, termasuk tentang sejarah dan mitologi Jawa serta sejarah Eropa terkini.

Pangeran juga mengajukan pertanyaan tentang kebiasaan di Eropa untuk mengasingkan seorang pemimpin yang kalah perang ke sebuah pulau terpencil dan memutus hubungan dengan semua keluarganya.

Knoerle menjawab dengan mengutip contoh Napoleon (1769-1821), yang seperti Pangeran, berusia 44 tahun ketika pertama kali diasingkan (Maret 1814), tetapi diasingkan dengan cara yang lebih baik sehingga tidak meninggalkan kenangan yang menyakitkan.

Diponegoro juga mengenang masa lalu, terutama pengalamannya selama Perang Jawa, yang didorong oleh pertanyaan-pertanyaan Knoerle, karena catatan harian tersebut memang merupakan laporan intelijen untuk gubernur jenderal (Knoerle 1835:135-80).

Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network