Kisah Raja Sriwijaya Samaratungga dan Sejarah Pembangunan Candi Borobudur

Avirista Midaada
Candi Borobudur menjadi bangunan candi yang dikenal dengan Jinaya, Bhumisambhara, atau Sambharabhudara. Foto: dok. Sindonews

JAKARTA, iNewSemarang.id Candi Borobudur  di Magelang Jawa Tengah menjadi bangunan candi yang dikenal dengan Jinaya, Bhumisambhara, atau Sambharabhudara. Pembangunan Candi Borobudur diinisiasi Raja Sriwijaya Samaratungga.

Samaratungga, yang berkuasa di Kerajaan Sriwijaya itu juga mengembangkan agama dan kebudayaan yang ditandai dengan dibangunnya Candi Borobudur. Konon hubungan erat Sriwijaya dan Medang, Mataram, membuat pertukaran budaya dan ekonomi yang memperkuat hubungan kedua kerajaan ini.

Prasasti Kayumwungan yang dikeluarkan oleh Rakai Patapan, Mpu Palar atau bernama Dang Karayan Patapan Sida Busu Pelar, pada 26 Mei 824 M itu menyebut tentang nama Samaratungga. Dari prasasti itu dapat ditafsirkan bahwa Mpu Palar membuat prasasti sebagai penghormatan dari seorang bawahan kepada atasan.

"Mengingat Mpu Palar pada tahun itu menjadi raja bawahan Samaratungga," demikian dikutip dari bukuTerdapat sumber yang menyebutkan bahwa Samaratungga merupakan putra Maharaja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya. Sumber lain menyebutkan bahwa Samaratungga merupakan putra Raja Indra (782-812). Oleh Raja Indra, Samaratungga dinikahkan dengan Dewi Tara, putri Dharmasetu (raja Sriwijaya).

Dari pernikahan tersebut, Samaratungga memiliki putri yang bernama Pramodawardhani (Sri Kahulunan atau Sri Sanjiwana) dan Balaputradewa. Nama Pramodhawardani inilah yang akhirnya dinikahkan dengan Mpu Manuku, atau yang dikenal dengan Rakai Pikatan, ketika Samaratungga berkuasa.

Terdapat sumber yang menyebutkan bahwa Samaratungga merupakan putra Maharaja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya. Sumber lain menyebutkan bahwa Samaratungga merupakan putra Raja Indra (782-812). Oleh Raja Indra, Samaratungga dinikahkan dengan Dewi Tara, putri Dharmasetu (raja Sriwijaya).

Dari pernikahan tersebut, Samaratungga memiliki putri yang bernama Pramodawardhani (Sri Kahulunan atau Sri Sanjiwana) dan Balaputradewa. Nama Pramodhawardani inilah yang akhirnya dinikahkan dengan Mpu Manuku, atau yang dikenal dengan Rakai Pikatan, ketika Samaratungga berkuasa.

Konon pernikahan ini memiliki arti sebab keduanya memiliki agama yang berbeda, yakni Hindu dan Buddha. Mpu Manuku sendiri akhirnya mendapatkan beberapa daerah bebas pajak, dan diangkat sebagai penguasa di daerah Pikatan, karena jasanya turut merawat Candi Bhumisambhara.

Samaratungga selama menjabat sebagai raja Medang Mataram, telah menerapkan kebijakan, yakni mengangkat Mpu Manuku yang semula menjabat sebagai pimpinan daerah Patapan (Rakai Patapan) sebagai pimpinan daerah Pikatan (Rakai Pikatan). Selain itu, Samaratungga juga memberikan anugerah kepada Mpu Manuku berupa tanah bebas pajak.

Kebijakan itu diambil oleh Samaratungga, karena Mpu Manuku telah berjasa besar merawat Candi Bhumisambhara. Bahkan Samaratungga juga lebih memprioritaskan pengembangan budaya dan agama Buddha, dibandingkan ekspansi wilayah kekuasaan seperti pendahulunya. Tak heran bila Candi Bhumisambhara, berkembang jadi pusat pengembangan agama Buddha.

Warisan candi dari Samaratungga itu kini telah direkonstruksi oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, pada 1812 M. Candi Bhumisambhara yang merupakan nama aslinya, kini dikenal dengan Borobudur, atau Candi Jinaya dan Sambharabhudara, nama lainnya.

Editor : Ahmad Antoni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network