JAKARTA, iNewsSemarang.id - Menyikapi wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Partai Golkar berpandangan bahwa hal demikian bukan sesuatu yang tabu untuk dibahas. Bahkan, Partai Golkar akan mengkaji serius wacana perpanjangan masa jabatan Presiden tersebut.
“Yang tidak bisa diubah hanya Kitab Suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng, Jumat (25/2/2022).
Dia menjelaskan keinginan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi karena adanya permintaan dari masyarakat. Permintaan itu baik yang disampaikan kepada Ketua Umum PG Airlangga Hartarto maupun kepada anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar.
Partai Golkar harus merespons permintaan tersebut sebagai partai politik (parpol) yang memperjuangkan aspirasi masyarakat.
“Tentu harus melibatkan semua parpol di parlemen dan unsur DPD RI. Bagaimana sikap PDIP, Gerindra, PKB, NasDem, Demokrat, PAN, PPP, PKS dan DPD RI. Golkar siap membahas sesuai mekanisme konstitusi,” ujar Mekeng.
Dia menyebutkan, yang paling penting dari ide perpanjangan jabatan Jokowi dari sisi ekonomi. Sebab, rkonomi Indonesia akan terganggu atau defisit semakin dalam jika tahun 2024 dilaksanakan pemilu. Padahal, ekonomi Indonesia saat ini saja belum berjalan normal dan defisit anggaran masih tinggi.
Menurut anggota Komisi XI DPR ini, mulai tahun 2023, defisit APBN tidak boleh lebih dari 3 persen. Artinya, defisit anggaran negara kembali ke aturan UU Keuangan Negara, yaitu berada di bawah 3 persen.
Selama pandemi Covid-19, defisit anggaran diperbolehkan berada di atas 3 persen. Pembiayaan negara juga banyak ditopang oleh utang. Tahun 2021, utang negara mencapai Rp1.100 triliun. Tahun 2022 ini sedikit berkurang karena ekonomi sudah mulai membaik, yaitu Rp600 triliun.
Sementara itu, tahun 2023 sudah tidak boleh utang lagi. Karena itu, pemerintah harus jeli mencari penerimaan negara. Penerimaan pajak harus meningkat, investasi harus meningkat, Produk Domestik Bruto (PDB) harus naik.
"Kita tahu selama Covid-19, pembiayaan negara lebih banyak ditopang oleh utang, karena penerimaan negara berkurang. Nanti kalau sudah ada hiruk-pikuk Pemilu 2024, bagaimana meningkatkan penerimaan negara. Pasti tersendat. Ini bahaya,” kata Mekeng.
Dia menegaskan, dalam kondisi penerimaan negara yang kurang dan utang tidak boleh, negara dituntut untuk mengurangi angka kemiskinan.
Di sisi lain, berbagai bantuan yang ada selama ini, seperti Bansos, dan PKH, tidak boleh langsung berhenti. Sebab, berbagai bantuan tersebut untuk menjaga masyarakat tidak jatuh miskin. Selain itu, untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda ekonomi tetap jalan.
“Jika utang tidak boleh dan semua bantuan ditarik, karena menjelang pemilu, bagaimana ekonomi bisa bergerak. Ekonomi bisa tambah hancur kalau semua itu ditarik,” kata Mekeng.
Apalagi, lanjut Mekeng, saat Pemilu investasi hampir tidak ada, karena pengusaha dalam posisi wait and see. Mereka menunggu event politik selesai.
Di sisi lain, biaya untuk Pemilu cukup besar, yaitu mencapai Rp100 triliun dan harus dipenuhi negara. "Dari mana pemerintah mendapatkan dana itu, sementara itu sumber-sumber penerimaan negara berkurang, karena Covid-19," ujarnya.
Ditambah lagi, UMKM harus tetap berjalan. Selama Covid-19, banyak UMKM disubsidi. Tujuannya agar mereka bisa bertahan karena UMKM sebagai penopang utama ekonomi Indonesia saat ini.
“Kalau semua berhenti karena Pemilu, kan bahaya. Ekonomi akan lumpuh, makanya wacana perpanjangan masa jabatan itu realistis dan rasional,” tutur Mekeng.
Dia menambahkan semangat perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi juga penting, karena saat ini sedang terjadi perang antara Rusia dan Ukraina.
Perang itu bisa panjang dan mungkin saja akan terjadi perang besar. Perang berdampak pada perekonomian dunia akibat harga minyak akan naik dan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah juga naik.
Editor : Agus Riyadi
Artikel Terkait