Soal Polemik Pengaturan Toa, PCNU Kendal Minta Masyarakat Tidak Terprovokasi

Agus Riyadi
Ketua PCNU Kabupaten Kendal, KH Danial Royyan. Foto: iNews/Agus Riyadi

KENDAL, iNewsSemarang.id - Kegaduhan di tengah masyarakat yang muncul setelah terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) langsung direspons Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kendal. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar masyarakat tidak terprovokasi hingga menyebabkan kegaduhan semakin meluas.

Ketua PCNU Kendal, KH Danial Royyan menegaskan agar masyarakat memahami terlebih dahulu bahwa SE Menag tersebut hanya berisi pengaturan pengeras suara atau toa di masjid dan musala. Bukan berisikan larangan untuk menggunakan pengeras suara.

"SE itu adalah sebuah pembaharuan dari SE yang lama yang pernah diterbitkan pada tahun 1987, jamannya Presiden Suharto. Isinya mengatur volume pengeras suara, bukan melarang pengeras suara," kata KH Danial Royyan saat konferensi pers di kantor PCNU Kendal, Sabtu (26/2/2022).

"Jadi pahami dulu dan jangan mudah terprovokasi," lanjutnya.

Kiai Danial juga menyebut jika pada pelaksanaannya ke depan, penerapan SE akan dilakukan dengan mengedepankan atau mengutamakan kearifan lokal. Tidak diterapkan secara frontal.


Ketua PCNU Kendal KH. Danial Rouyyan saat memberikan pengarahan disela Bathsul Masail dalam rangka Harlah NU, di PCNU Kendal, hari ini Sabtu (26/2/2022).

Hukum fikih juga menyebutkan, jika suara zikir yang sengaja diperdengarkan dengan keras ada tiga. Pertama, mubah jika niatnya untuk syiar Islam. Kedua makruh jika suara mengganggu orang salat dan yang ketiga haram jika suara yang diperdengarkan memekakkan telinga, sehingga orang yang tertidur terbangun.

"Di sini tentu dapat ditarik kesimpulan jika SE Menag memang sudah sesuai dengan hukum fikih," ujarnya.

Kiai Danial kembali menegaskan jika dalam implementasi penerapan SE harus benar-benar mengutamakan kearifan lokal. Di sebuah kawasan yang semua penduduknya beragama muslim, saat lebaran mengumandangkan takbir semalam suntuk disertai dengan menabuh jidur (rebana) diperbolehkan.

"Seperti itu menurut saya ya tidak masalah," tegasnya.

Dengan diaturnya volume pengeras suara untuk masjid dan musala, menurutnya volume suara dari sound sistem orang hajatan juga harus diatur. Karena suara soundsistem orang hajatan jauh lebih memekakkan telinga dibanding suara dari masjid dan musala.

"Implementasi pengaturannya tentu bukan dari Menag, tapi dari kementrian yang lain yang harus mengatur," katanya.

Hal ini harus dilakukan karena selama ini yang sudah terjadi, suara soundsistem orang hajatan menggagu orang yang beribadah dan mengganggu tetangga sekitar. "Selama ini mungkin mereka yang terganggu suara soundsistem orang hajatan diam saja, karena segan dan lain sebagainya. Tapi menurut kami ini juga perlu diatur," ungkapnya.

 

 

 

 

Editor : Agus Riyadi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network