SEMARANG, iNewsSemarang.id - Kisah sebuah rumah di Kampung Bugen, RT 05/RW 22, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah ini menjadi saksi bisu pertempuran melawan penjajah. Dalam pertempuran itu mengakibatkan gugurnya 74 orang pejuang.
Di rumah kayu yang berbentuk Limasan itu, masih bisa ditemui banyak sekali lubang bekas peluru dari senjata yang diberondongkan oleh tentara Belanda pada pertempuran tahun 1946.
Ketua RT 05/RW 11 Kampung Bugen, Ponidi, di Semarang, Rabu, menjelaskan bahwa rumah tersebut adalah milik Haji Mustofa yang kemudian diwariskan kepada anak bungsunya, Musriatun.
Kebetulan, Ponidi adalah menantu dari Musriatun yang sampai saat ini masih tinggal dan beraktivitas sehari-hari di rumah tersebut.
Dari luar rumah, terlihat lubang-lubang bekas peluru yang berukuran cukup besar, sementara kondisi di dalam rumah sudah cukup rapat karena ditambal dari dalam.
"Rumah ini masih asli. Dulu pernah direnovasi dengan cara ditempel (kayu, red.) dari dalam. Kalau luarnya, masih dibiarkan asli seperti ini. Biar sejarah tidak hilang," katanya dikutip dari Antara, Kamis (15/8).
Ia menceritakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 1946 ketika perkampungan tersebut dikosongkan oleh warga yang memilih mengungsi di daerah Grobogan karena perang.
"Saat itu ada 74 pejuang, yakni 72 dari Laskar Sabilillah dan dua orang dari Hizbullah. Mereka singgah di rumah ini dan menjadikan markas pertahanan karena memang kondisinya kosong," ujarnya.
Namun, kata dia, Belanda ternyata mengetahui dan membombardir rumah tersebut dengan senjata mitraliur dan tekidanto yang menyebabkan 74 pejuang tersebut gugur. Belanda kemudian mengubur mereka semua dalam satu lubang yang ada di depan rumah.
Namun, kata dia, oleh pemerintah kemudian dipindahkan ke samping rumah dan dibuatkan monumen berbentuk joglo mengenang para pahlawan tersebut yang kemudian dikenal dengan Makam Syuhada, sekaligus menjadi nama jalan dan daerah.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait