TOKYO, iNewsSemarang.id - Mundurnya SoftBank Group Corp sebagai investor proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, dipicu karena kondisi keuangan perusahaan asal Jepang ini yang terus menburuk.
Selain perusahannya mundur dari investor, Masayoshi Son sebagai pendiri dan CEO Softbank Group Corp juga mengundurkan diri dari Dewan Pengarah Pembangunan IKN Nusantara.
Akibat keuangan perusahaan yang memburuk, Son dikabarkan kehilangan kekayaan sekitar 25 miliar dolar AS atau Rp358 triliun pada tahun lalu menjadi 13,7 miliar dolar AS atau Rp196,1 triliun.
Sementara itu, mengutip Bloomberg, kekayaan Son merosot karena saham perusahaan Jepang itu telah jatuh hampir 60 persen pada tahun lalu dan grafik pinjaman bertambah, menunjukkan utang bersih perusahaan semakin berat dibanding dengan nilai ekuitas kepemilikannya.
Baru-baru ini, masalah terus menumpuk. Dari tindakan keras pemerintah China terhadap perusahaan teknologi hingga invasi Rusia ke Ukraina, inflasi hingga pasar saham.
"Tidak ada kabar baik yang terlihat. Jika mereka diminta untuk meningkatkan agunan, itu berarti investor harus lebih berhati-hati terhadap risiko keuangan yang dihadapi perusahaan," kata analis senior di Iwai Cosmo Securities Co Tomoaki Kawasaki.
Son yang merupakan orang terkaya Jepang tahun lalu menurut versi Forbes itu mengaku tengah berada dalam masa-masa sulit.
Pada Februari lalu, dia menggambarkan SoftBank sedang di tengah badai musim dingin dan mengumumkan nilai aset perusahaan selama tiga bulan hingga Desember 2021 turun 1,55 triliun yen menjadi 19,3 triliun yen.
Sejak itu, kondisinya semakin buruk. Pasar untuk penjualan saham baru, yang penting bagi kesuksesan SoftBank, telah mengering. Didi Global Inc. merosot ke rekor 44 persen pada akhir pekan lalu setelah perusahaan transportasi online itu menangguhkan IPO di Hong Kong.
Sementara sebagai tanda terbaru SoftBank kekurangan uang tunai, Vision Fund-nya menjual saham di raksasa e-commerce Korea Selatan Coupang Inc. senilai 1 miliar dolar AS dengan harga diskon pada pekan lalu.
"Gambaran makro untuk investasi SoftBank dan prospek untuk listing tidak terlihat bagus. Turunnya nilai investasi SoftBank, seperti Alibaba, menghadapkan perusahaan pada risiko margin call,” ujar ahli strategi ekuitas Jepang di Asymmetric Advisors Amir Anvarzadeh.
Adapun Son telah menjelaskan kepada investor bagaimana dia mengecek rasio pinjaman terhadap nilai SoftBank atau LTV, beberapa kali sehari.
Ukuran tersebut, dihitung dengan membagi utang bersihnya dengan nilai ekuitas kepemilikannya, melonjak menjadi 22 persen pada akhir tahun lalu dari 8,8 persen pada Juni 2020.
Softbank berencana menjaga rasio utang di bawah 25 persen. Tetapi peningkatan pinjaman, bersama dengan penurunan saham Alibaba dan SoftBank telah mendorongnya lebih tinggi tahun ini.
SoftBank bergantung pada pembiayaan untuk mempertahankan laju investasinya dan mendukung program pembelian kembali sahamnya.
Analis Jefferies Atul Goyal memperkirakan, hal itu akan membutuhkan uang tunai sebesar 45 miliar dolar AS tahun ini. Menurutnya, kemungkinan SoftBank akan menjual saham Alibaba untuk memenuhi permintaan.
SoftBank telah lama mengandalkan pembiayaan yang didukung aset, yang lebih murah daripada bentuk pendanaan lainnya. Ini termasuk menjaminkan aset dengan imbalan uang tunai untuk diinvestasikan pada startup tahap awal dan menggunakan kontrak forward prabayar, di mana SoftBank menerima uang di muka untuk penjualan kepemilikannya di masa depan.
Pada Desember tahun lalu, dia telah menjanjikan lebih dari setengah sahamnya di Alibaba, T-Mobile US Inc., Deutsche Telekom AG dan unit telekomunikasi SoftBank Corp. Adapun jaringan pembiayaan Son melampaui perusahaan inti.
Son memiliki beberapa pinjaman pribadi terbesar yang terkait dengan saham perusahaan di dunia setelah menjanjikan saham senilai 5,7 miliar dolar AS kepada 18 pemberi pinjaman termasuk Bank Julius Baer & Co, Mizuho Bank Ltd, dan Daiwa Securities Group Inc.
Perwakilan SoftBank mengatakan, perusahaan juga memberikan pinjaman kepada beberapa eksekutif sebagai bagian dari program insentifnya, dengan tujuan untuk membeli saham perusahaan. Untuk membantu membiayai saham di T-Mobile, SoftBank meminjamkan 515 juta dolar AS kepada Marcelo Claure, mantan CEO Softbank yang mengundurkan diri pada Januari lalu karena sengketa kompensasi dengan Son.
Tahun lalu, perusahaan mencetak laba kuartalan terbesar dan sahamnya naik ke rekor tertinggi. Daftar Coupang dan platform pengiriman DoorDash Inc. membantu mengimbangi kerugian dari WeWork, Greensill Capital dan Wirecard.
Namun Alibaba, investasi terbesar SoftBank telah kehilangan 35 persen tahun ini. Semua kecuali tiga dari 23 saham yang didukung oleh Son telah jatuh di bawah harga IPO, dan biaya mengasuransikan utang perusahaan terhadap default telah meningkat lebih dari dua kali lipat.
Kendati demikian, SoftBank tidak mengubah strategi. Setelah membayar kembali pinjaman senilai 10 miliar dolar AS yang dijamin oleh saham Alibaba, dia melakukan utang baru senilai 6 miliar dolar pada Desember 2021. Dan bulan lalu, menurut sumber anonim, Son meminta bank-bank yang berperan dalam daftar potensial perancang chip Arm Ltd. untuk menyediakan dana 8 miliar dolar AS. Apalagi Son tetap optimistis musim dingin akan segera berakhir.
"Kita akan melihat musim semi cepat atau lambat, dan kita terus menabur benih. Dengan mantap, benih itu tumbuh," ucap Son, bulan lalu.
Editor : Sulhanudin Attar
Artikel Terkait