Oscar juga menambahkan bahwa pengguna lama yang memiliki aset Bitcoin sebelum era regulasi tetap dapat menjual melalui exchange teregulasi seperti INDODAX tanpa terkena tarif pajak progresif—asal melapor sesuai prosedur.
Selain itu, investor yang belum sempat melaporkan aset lamanya dapat tetap mencantumkannya sebagai harta setara kas dalam laporan pajak tahunan. Hal ini membuka ruang transparansi tanpa ancaman denda, selama transaksi dilakukan melalui exchange yang terdaftar dan diawasi pemerintah.
Investasi di Aset yang Tepat
Andy dari Crypstocks menyoroti bahwa kini ada ribuan aset digital yang beredar, berkat kemudahan penciptaan token dalam hitungan detik. Menurutnya, meski ini mencerminkan partisipasi tinggi, publik tetap harus selektif.
“Nilai bukan hanya soal harga, tapi fungsi. Proyek yang memiliki real utility akan lebih tahan banting dibanding token spekulatif,” ujar Andy.
Ia menyebut regulasi saat ini bukan hanya soal pungutan, tapi juga sebagai pagar yang melindungi investor dari risiko proyek-proyek jangka pendek tanpa dasar.
Sementara itu, Andreas Tobing memperingatkan bahwa generasi muda kini menjadi target utama dari tren token spekulatif. Ia menilai perlindungan investor harus dimulai dari edukasi yang dibarengi pengawasan sistemik.
“Kalau nggak ngerti fundamental, lebih baik beli Bitcoin saja. Stabil, teruji, dan makin diakui negara,” tegasnya.
Bitcoin Pizza Day 2025 bukan hanya perayaan historis, melainkan titik kulminasi dari perjalanan panjang aset digital di Indonesia dari sekadar inovasi teknologi menjadi instrumen keuangan resmi yang teregulasi.
“Yang kita butuhkan hari ini adalah kesinambungan: antara edukasi, regulasi, dan partisipasi publik. Bitcoin Pizza Day adalah bukti bahwa semua itu bisa tumbuh bersamaan,” ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait