“Saya masih belum bisa menghitung, yang jelas di atas Rp100 (juta)an. Kalau jumlah jemaahnya misalnya sampai 50 ke atas ya sudah di atas Rp1 M Rp2 M,” sebut Mufid.
Mufid mengapresiasi upaya Menteri Agama yang masih berusaha melobi pemerintah Saudi terkait masalah visa ini. Namun, secara teknis, jika visa hanya keluar sebagian, hal ini justru bisa merepotkan para travel.
“Misalnya dari 10.000 Jamaah, yang dapat visa cuma 1.000. Travel akan kebingungan mengatur jemaah yang dapat dan tidak. Belum lagi harus buru-buru beli tiket dan pastikan layanan di Arab Saudi benar-benar siap,” jelasnya.
Meski banyak travel yang pada akhirnya mengembalikan uang jemaah jika visa tidak terbit, proses refund ini tidak bisa instan. Dana yang telah terkumpul sudah terpakai untuk berbagai keperluan persiapan. Beberapa jemaah juga sudah mengeluarkan biaya tambahan untuk pemeriksaan kesehatan dan transportasi.
“Kalau travel berpengalaman, biasanya tidak booking tiket dulu untuk minimalisir risiko. Tapi harganya pasti lebih mahal,” imbuh Mufid.
Situasi serupa pernah terjadi pada 2022. Saat itu penerbitan visa furoda juga mengalami kesulitan. Namun, masih ada sedikit harapan bahwa visa akan keluar, meskipun dalam jumlah terbatas.
“Tahun ini benar-benar tidak ada. Sistem sudah close sejak 26 Mei. Kami sudah minta travel komunikasi,” ujarnya.
Dengan kondisi ini, PIHK dan jemaah yang berharap bisa berhaji melalui jalur furoda tahun ini terpaksa menelan pil pahit. Ketidakpastian visa telah berujung pada kerugian material yang tidak terhindarkan.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait