Kisah Heroik Slamet Riyadi dan Achmadi Pimpin Pasukan Gerilya dalam Serangan Umum 4 Hari di Solo

Ahmad Antoni
Peristiwa Serangan Umum Empat Hari di Kota Solo dipelopori Tentara Pelajar (TP), sebuah barisan pejuang di kalangan pelajar.

Hal ini terjadi karena Belanda sadar bila mereka tidak akan mungkin menang secara militer, mengingat Kota Solo yang merupakan kota yang pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI yang secara peralatan lebih tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh pemimpin yang andal seperti Letkol Slamet Riyadi dan Mayor Achmadi.

Serangan Umum terhadap Solo juga menyebabkan keluarnya perintah untuk mengosongkan wilayah yang berhasil diduduki Belanda dan dikumpulkan di Jakarta, Semarang, Surabaya dan Medan untuk dipulangkan ke Belanda.

Kapten CPM Purn Sanjoto (95) adalah salah satu pelaku yang masih hidup dan kini tinggal di Semarang.  Saat itu, Sanjoto sudah bergabung dari pasukan Polisi Tentara atau PT, yang sekarang dikenal dengan Corps Polisi Militer.

“Saat itu saya ikut mengamankan warga masyarakat yang mengungsi keluar kota menuju arah Wonogiri dan Gununglawu. Dalam upaya pengosongan kota, kami menyebangi Sungai Bengawan Solo. Saat menyeberang tiba-tiba muncul pesawat Cocor Merah menembaki kami yang tengah berada di sungai untuk menyeberang. Banyak yang gugur kena tembakan, air sungai yang tadinya bersih tiba-tiba berubah merah darah,” kenang Sanjoto di rumahnya Jl Belimbing Raya, Peterongan Semarang.

Peristiwa pemberondongan masyarakat oleh pesawat Cocor Merah Belanda ini masih membekas dalam ingatan Sanjoto yang saat itu berpangkat Letnan Muda. Menurutnya banyak jasad yang terpisah badannya, bahkan hancur terkena ledakan bom yang dijatuhkan pesawat. Seketika rombongan buyar disertai teriakan histeris, tua muda bahkan anak-anak.

Sejak saat peristiwa tersebut, dirinya mengawal penyelamatan pengungsi keluar dari Solo saat hendak digelar Serangan Umum. Dirinya baru kembali masuk ke Solo setelah Tentara Nasional Indonesia berhasil menguasai kembali Solo dan terlibat penyerahan kekuasaan serta adanya perjanjian Ceasefire atau gencatan sejarah.

“Saat itu saya ikut pengamanan Ceasefire. Saya bersama Polisi Militer Belanda ikut patrol bersama mengamankan Solo agar tidak pecah perang. Ada semacam kesepakatan untuk menghentikan perang. Polisi Tentara menjaga agar tidak ada tentara kita yang menyerang mereka, dan sebaliknya Polisi Militer atau MP Belanda juga menjaga agar tentaranya tidak menyerang TNI selama gencatan senjata. Bahkan kenangan yang saya ingat, saya diberi mobil jeep yang bisa saya bawa ke markas PT,” kenangnya.
 

Editor : Ahmad Antoni

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network