Kahin (dukun) adalah orang yang mengambil informasi dari setan yang mencuri pendengaran dari langit. Atau dapat dikatakan bahwa dukun adalah orang yang memberitahukan tentang perkara-perkara gaib yang akan terjadi di masa yang akan datang atau yang memberitahukan tentang perkara-perkara yang tersimpan dalam hati seseorang.
Sebelum Nabi SAW diutus, dukun-dukun tersebut berjumlah sangat banyak. Tetapi setelah diutus jumlah mereka berkurang (sedikit), karena Allah menjaga langit dengan adanya bintang-bintang.
Tukang ramal atau ‘arraf yaitu orang yang mengaku mengetahui tentang suatu hal dengan menggunakan isyarat-isyarat untuk menunjukkan barang curian, atau tempat barang hilang dan semacamnya. Sering disebut sebagai tukang ramal, ahli nujum, peramal nasib dan sejenisnya.
Di dalam Shahiihul Bukhari, dari hadis ‘Aisyah Rha bahwa ia pernah berkata: “Abu Bakar Ra pernah memiliki seorang budak laki-laki yang makan dari upah yang diberikannya. Suatu hari budak itu datang menemuinya dengan membawa makanan. Lalu Abu Bakar ra memakannya. Budak itu tiba-tiba berkata kepadanya: ‘Tahukah engkau dari mana aku mendapatkan makanan itu?’ Abu Bakar balik bertanya: ‘Dari mana?’
Budak itu menjawab: ‘Dahulu di masa Jahiliyyah aku pernah berlagak meramal untuk seseorang, padahal aku tidak bisa meramal. Aku sengaja menipunya. Lalu dia menjumpaiku lagi dan memberiku upah itu. Itulah yang engkau makan tadi.’ Serta merta Abu Bakar ra memasukkan jari tangannya ke dalam mulut, sehingga ia memuntahkan seluruh isi perutnya.” (HR Bukhari) .
Dimassa Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin dalam Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid menjelaskan bahwa bertanya kepada ‘arrâf (dukun) dan semacamnya ada beberapa macam:
1. Sekadar bertanya saja. Ini hukumnya haram.Berdasarkan hadis: “Barangsiapa mendatangi ‘arrâf…”. Penetapan hukuman terhadap pertanyaannya menunjukkan terhadap keharamannya. Karena tidak ada hukuman kecuali terhadap perkara yang diharamkan.
2. Bertanya kepada dukun, meyakininya, dan menganggap (benar) perkataannya.Ini kekafiran, karena pembenarannya terhadap dukun tentang pengetahuan ghaib, berarti mendustakan terhadap Al-Qur’an.
3. Bertanya kepada dukun untuk mengujinya, apakah dia orang yang benar atau pendusta, bukan untuk mengambil perkataannya.Maka ini tidak mengapa, dan tidak termasuk (larangan) dalam hadis (di atas). Karena Nabi SAW pernah bertanya kepada Ibnu Shayyad untuk mengujinya.
4. Bertanya kepada dukun untuk menampakkan kelemahan dan kedustaannya. Ini terkadang (hukumnya) wajib atau dituntut.
Editor : Maulana Salman