Dikatakan Gus Tommy, dalam tradisi Weh-wehan, makanan yang dibagikan kepada tetangga beragam jenisnya. Mulai dari makanan tradisional hingga makanan kemasan yang mudah didapatkan.
Sementara itu, menurut sesepuh Ulama Kaliwungu, KH Muhibbuddin, tradisi Weh-wehan sudah ada sejak jaman Kiai As'ari atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai Guru.
Sebagai informasi, Kyai Asy’ari merupakan ulama besar yang hidup pada tahun 1781-an di daerah Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Makamnya yang ada di Desa Protomulyo, Kaliwungu Selatan, menjadi tujuan peziarah dari berbagai daerah.
"Awalnya tradisi ini digelar di Kampung Kauman, tapi sekarang lebih berkembang dan digelar di seluruh penjuru kampung yang ada di wilayah Kecamatan Kaliwungu," terangnya.
Dalam tradisi ini makanan yang paling familiar dan menjadi ikon adalah sumpil yang merupakan makanan khas Kaliwungu. Sumpil ini terbuat dari beras dan dibungkus menggunakan daun bambu berbentuk mengerucut.
Makanan khas Kaliwungu ini biasanya disajikan dengan bumbu kelapa parut dengan rasa pedas.
"Weh-wehan ini berasal dari kata aweh yang artinya memberi. Di sini diajarkan kepada masyarakat untuk saling memberi kepada tetangga tanpa memandang status sosial," jelas Kiai Muhibbuddin.
Editor : Maulana Salman