SEMARANG, iNewsSemarang.id - Puluhan anak dari latar belakang agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, hingga penghayat kepercayaanmembaur tanpa sekat belajar toleransi dalam kegiatan program anak Semarang damai (Semai) di Viraha Tanah Putih, Kota Semarang, Minggu (13/11/2022). Nuansa harmonis dan penuh toleransi terekam jelas dalam kegiatan ini.
Semai merupakan program yang digagas khusus untuk anak usia SD yang sudah memasuki masa pra-remaja. Di tahun 2018 dan 2019, Semai sudah pernah dilaksanakan di Klenteng Tay Kak Sie dan Pura Agung Giri Natha. Kegiatan ini sempat terhenti selama masa pandemi Covid-19.
Dalam kegiatan ini mereka berinteraksi dengan sesama anak dari latar belakang beragam, di sisi lain mereka belajar memahami dan menghargai tradisi religius tempat ibadah yang mereka kunjungi. Mereka juga melakukan pentas kolaborasi perjalanan hidup Sang Buddha.
Anak-anak juga berlatih secara spontan di tempat dan langsung memainkan empat babak fragmen, mulai dari kelahiran Pangeran Sidharta, kegelisahan yang membuatnya meninggalkan istana, pergulatannya sampai mencapai Penerangan Sempurna, dan prosesnya menyebarkan agama Buddha hingga wafat (parinibbana).
Setelah itu, anak-anak berkeliling vihara untuk melakukan pengamatan terhadap simbol-simbol religius agama Buddha dan memahami maknanya. Pengamatan dilanjutkan ke dalam ruang ibadah di vihara, yakni Dhammasala.
“Syukurlah akhirnya Semai kembali bisa terlaksana tahun ini, dan bertepatan juga dengan momen Hari Pahlawan. Kita doakan anak-anak ini nantinya menjadi para penabur benih perdamaian dan cinta kasih,” kata Ketua IKHRAR Rayon Semarang Br Heri Irianto FIC.
“Jangan remehkan anak-anak yang masih kecil ini. Mereka kelak akan tumbuh jadi pemimpin-pemimpin masyarakat. Itu sebabnya dari sekarang mari kita beri mereka bekal wawasan dan pengalaman hidup berdampingan dalam keberagaman,” katanya.
Seperti dalam program Semai sebelumnya, anak-anak peserta diajak mengunjungi kelompok religius yang sering dilabeli sebagai “minoritas”.
“Materinya mendalam, tapi cara belajarnya dibuat interaktif, seru, dan akrab. Belajar keberagamannya ganda. Di satu sisi, mereka berinteraksi dengan sesama anak dari latar belakang beragam, di sisi lain mereka belajar memahami dan menghargai tradisi religius tempat ibadah yang mereka kunjungi,” kata Ellen Nugroho, Direktur Eksekutif EIN Institute.
Keakraban antar anak peserta Semai #3 sudah terjalin sejak awal. Meski awalnya tidak saling kenal, setelah acara perkenalan dan main bersama, rasa asing pun mencair. Selanjutnya, mereka diajak berdiskusi dengan Bhikkhu Dhirasarano tentang sifat-sifat luhur yang diajarkan Sang Buddha.
Di antaranya metta (cinta kasih universal), karuna (welas asih), mudita (simpati) dan upekkha (keseimbangan batin). Anak-anak diminta untuk berbagi tentang ajaran sifat luhur yang ada di agama atau kepercayaan masing-masing dan cara mempraktikkannya.
Sementara saat sesi penutupan, Bhikkhu Dhirasarano berpesan kepada para peserta Semai #3 agar terus menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati di tengah perbedaan.
“Berbeda tidak harus jadi alasan untuk bertengkar ya. Justru kalau berjumpa dengan teman yang berbeda, kalian mendapat kesempatan untuk melatih sikap luhur cinta kasih,” ujarnya.
Editor : Maulana Salman