Diakui Heroe, kemiskinan ekstrim di Kota Semarang memang ada, tetapi jumlahnya dimungkinkan tidak sebanyak data yang ada, diperkuat dengan hasil pengecekan acak di beberapa kecamatan.
Di beberapa kecamatan, kata dia, ada warga yang masuk data kemiskinan ekstrim ternyata sudah bekerja atau memiliki usaha dengan rata-rata pengeluaran mereka sekitar Rp30.000-50.000 per hari.
Artinya, kata dia, mereka tidak layak masuk dalam kategori kemiskinan ekstrim karena pengeluaran harian mereka sudah lebih dari Rp10.000.
"Mereka sudah punya pekerjaan. Ada yang jadi sekuriti, usaha 'laundry', penjahit, dan lain-lain. Mereka tidak layak dikatakan kemiskinan ekstrim. Pengeluarannya (harian, red.) juga lebih dari Rp10.000," katanya.
Kemiskinan ekstrim, kata dia, justru banyak dialami oleh kalangan lansia yang mayoritas sudah tidak berdaya dan lebih banyak bergantung pada orang lain sehingga menjadi perhatian ekstra dari Dinsos Kota Semarang.
"Nanti, kami juga berupaya lebih menyosialisasikan Semarang berbagi. Kalau semua bergerak, saya yakin kemiskinan tertuntaskan. Apalagi, pusat menargetkan 2024 harus 'zero'," katanya.
Editor : Sulhanudin Attar