Pada waktu itu menurun karya sastra ialah satu-satunya cara untuk memperbanyaknya.Karena karya sastra itu, seperti yang dapat disimpulkan dari keterangan-keterangan di dalamnya, ditulis di atas bahan yang tidak tahan lama.
Yaitu karas atau mungkin sama dengan semacam batu tulis atau bambu yang dibelah. Karya sastra yang tidak disukai lagi, tentunya lama-lama hancur dan kemungkinan besar hilang.
Pemerintahan Mataram Kuno masa Wangsa Sailendra di Jawa diidentifikasi hilangnya karya-karya sastra karena pusat kerajaan terpaksa dipindahkan ke Jawa Timur, akibat erupsi Gunung Merapi, yang terbesar dalam sejarah hingga mengubur satu kota.
Dapat dibayangkan bahwa raja, kerabat, dan golongan elite yang lain, yang mungkin mempunyai koleksi karya-karya sastra mengungsi ke Jawa Timur, tanpa sempat membawa koleksinya itu. Adapun golongan elite yang tidak mengungsi, karena daerahnya tidak terkena akibat letusan itu mungkin masih menyimpan karya-karya sastra.
Tetapi kenyataannya di Jawa tidak ada yang melestarikannya sesudah kerajaan - kerajaan Islam berdiri. Boleh dikata hampir seluruh karya sastra Jawa kuno yang ada sekarang ini ditemukan kembali di Bali dan Lombok, dan ditulis dengan huruf Bali, karena orang Balilah yang melestarikannya.
Justru, dari masa pemerintahan Dinasti Isyana lebih banyak karya sastra yang sampai kepada kita. Pertama-tama dapat disebut di sini naskahSang Hyang Kamahāyānikan, yang memuat uraian tentang agama Buddha Mahayana.
Di dalam salah satu naskah disebut nama raja Pu Sindok, sekalipun dalam bentuk yang agak rusak, yaitu Sri Isana Bhadrotunggadewa Mpu Sindok.
Editor : Maulana Salman