JAKARTA, iNewsSemarang.id - Sikap Yordania yang tidak "all-out" dalam memberikan dukungan kepada Palestina, terutama dukungan militer dalam perang melawan Israel di Gaza sekarang ini menjadikan dunia bertanya-tanya. Pasalnya, kerjaan tersebut secara tradisional adalah pendukung kuat Palestina.
Rupanya, ada banyak faktor mengapa Kerajaan Hashemite Yordania yang dipimpin Raja Abdullah II ini tidak habis-habisan membela Palestina. Salah satunya, kerajaan Islam itu sudah terikat perjanjian damai tahun 1994 yang membuatnya mengakui Negara Israel.
5 Faktor Yordania Tak All-out Membela Palestina
1. Sejarah dan Kompleksitas Regional
Yordania memiliki sejarah hubungan yang kompleks dengan Palestina. Selama Perang Enam Hari pada tahun 1967, Yordania terlibat dalam konflik dengan Israel dan kehilangan kendali atas Tepi Barat. Hubungan antara Yordania dan Otoritas Palestina juga telah mengalami berbagai dinamika sejak saat itu. Salah satu peristiwa paling signifikan adalah konflik yang dikenal sebagai peristiwa "September Hitam" atau Black September" pada tahun 1970.
Pada waktu itu, kelompok-kelompok Palestina, terutama Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang dipimpin oleh Yasser Arafat, memiliki basis operasi di Yordania dan menggunakan wilayah itu sebagai pangkalan untuk melancarkan serangan terhadap Israel.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika terjadi bentrokan bersenjata antara pasukan Yordania dan kelompok Palestina. Raja Yordania saat itu, Hussein, kemudian mengambil tindakan tegas dan mengusir kelompok-kelompok Palestina dari Yordania. Peristiwa tersebut berujung pada pembantaian dan pengusiran kelompok Palestina, dan Raja Hussein mendapat dukungan dari pemerintah AS dan Israel dalam menangani kelompok-kelompok militan Palestina di dalam negerinya.
2. Keamanan Nasional
Yordania memiliki kekhawatiran terkait keamanan nasional ketika mengambil sikap dalam konflik Israel-Palestina. Jika memberikan dukungan penuh, termasuk dukungan militer, Yordania khawatir akan terseret konflik dengan Israel. Pada akhirnya, keamanan nasional negara itu bisa terancam.
3. Perjanjian Damai
Yordania terikat perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1994. Ini yang juga menyebabkan kerajaan tersebut tidak bisa all-out membela Palestina dalam melawan Israel. Meskipun hubungan Yordania dan Israel tidak selalu harmonis, perjanjian damai tahun 1994 telah menciptakan kerangka kerja untuk hubungan diplomatik dan ekonomi antara kedua negara.
Dalam konteks tersebut, Yordania mungkin berusaha untuk mempertahankan keseimbangan antara dukungan terhadap Palestina dan kewajiban internasionalnya.
4. Pertimbangan Ekonomi
Faktor ekonomi juga dapat memainkan peran. Yordania mempertimbangkan dampak ekonomi dari tindakan yang ekstrem terhadap Israel, terutama jika itu mengakibatkan sanksi atau tekanan ekonomi yang merugikan. Yordania memiliki ketergantungan ekonomi dengan Israel, seperti impor air dan energi. Konflik dengan rezim Zionis bisa merugikan Amman secara ekonomi.
5. Perpecahan Internal
Palestina Palestina sendiri memiliki perpecahan internal antara Fatah dan Hamas. Yordania tidak ingin terjebak dalam konflik internal tersebut. Selama faksi-faksi Palestina berseteru, Yordania akan kesulitan dalam menentukan arah pembelaan untuk wilayah tersebut dalam melawan penindasan Israel.
Kerajaan itu tetap mendukung berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdampingan secara damai dengan Israel. Namun Hamas dan Israel sama-sama menolak konsep solusi dua negara.
Editor : Maulana Salman