Viral Peringatan Darurat Indonesia Garuda Biru, Ini Arti dan Dampaknya

Isu-isu Terkait Peringatan Darurat Garuda Biru
Beberapa isu yang sering dikaitkan dengan Peringatan Darurat Garuda Biru antara lain:
-Polemik Putusan MK vs Revisi UU Pilkada: Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat partai politik mengikuti Pemilu dan revisi UU Pilkada yang dianggap kontroversial menjadi salah satu pemicu munculnya peringatan ini.
-Isu-isu Korupsi dan Penegakan Hukum: Kasus-kasus korupsi besar dan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum juga menjadi latar belakang kekhawatiran yang diwakili oleh peringatan ini.
-Kebebasan Berekspresi dan Demokrasi: Pembatasan kebebasan berekspresi dan tindakan represif terhadap aktivis dan pengkritik pemerintah juga menjadi perhatian yang diangkat oleh peringatan ini.
-Peringatan darurat tersebut mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap dihambat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR mengadakan rapat pada Rabu, 21 Agustus 2024, untuk membahas Revisi Undang-Undang Pilkada bersama pemerintah dan DPD.
-Rapat kerja Baleg ini bertujuan untuk membahas RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada).
Dalam rapat tersebut, Baleg DPR menyetujui revisi UU Pilkada, termasuk perubahan batas usia untuk mencalonkan diri dalam Pilkada. Baleg memutuskan untuk mengacu pada Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang dikeluarkan pada 29 Mei 2024, yang mengubah syarat usia calon kepala daerah.
Putusan Mahkamah Agung (MA) menetapkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun pada saat dilantik.
Keputusan kontroversial lainnya dari Baleg DPR adalah mengenai syarat pencalonan oleh partai yang memiliki kursi di DPR RI dan partai non-parlemen, yang membatalkan keputusan MK terkait syarat dan ambang batas pencalonan di Pilkada.
Salah satu ketentuan adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mencalonkan kandidat jika memperoleh 20 persen dari jumlah kursi atau 25 persen suara sah dalam pemilihan umum DPRD. Keputusan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat Indonesia karena dianggap sebagai upaya untuk menghalangi keputusan MK.
Editor : Ahmad Antoni