Karyawan PT RSA-Rumpun Kawal Proses Hukum Penjualan Aset Negara di Cilacap Rugikan Rp237 Miliar
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2025/02/06/9bb6b_aksi-pns-semarang.jpg)
SEMARANG, iNewsSemarang.id - Sejumlah karyawan PT Rumpun Sari Antan (RSA) dan PT Rumpun menggelar aksi damai di depan Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Rabu (5/2/2025).
Dalam aksinya, mereka meletakkan dua karangan bunga dukungan terhadap perusahaannya yang bertuliskan: Hakim adalah Wakil Tuhan, Jaga Amanah Jabatanmu. PN Semarang Beda dengan PN Surabaya, Jaga Kehormatanmu. “Selamatkan Tanah Negara & 237 Miliar Uang Rakyat Cilacap.”
Dalam aksinya, mereka menuntut adanya keadilan dan mengawal proses hukum agar tidak ada ‘main mata’ hingga memenangkan penggugat yang telah merugikan negara dan menelantarkan karyawan.
Diketahui, buntut gugatan mantan Direktur Utama PT RSA berinisial ‘A’ yang mengatasnamakan PT Tjandi Tunggal Wedari terhadap PT RSA dan PT Rumpun di PN Semarang mengungkap kasus penjualan aset negara yang dikuasakan PT Rumpun Sari Antan dan PT Rumpun (Perusahaan di bawah Yayasan Rumpun Diponegoro) yang diduga dilakukan mantan Dirut PT RSA tersebut.
Pasalnya negara dirugikan senilai Rp 237 miliar atas penjualan lahan SHGU seluas 717 Ha di Desa Carui Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap. Penjualan tersebut menurut Direktur PT Rumpun, Muttaqin, dan Direktur PT RSA, Isdianarto Aji dijual tanpa izin pemegang saham dan selanjutnya mengalihkan dana penjualan masuk ke rekening yang bukan milik perusahaan.
Tindakan ini berbuntut pada penggantian Direktur Utama yang mengakibatkan gugatan dan kini sedang berproses di PN Semarang. Pihak RSA maupun Rumpun menyebut pemberhentian dan penggantian yang bersangkutan sebagai Direktur Utama sudah tepat karena ingin menyelamatkan perusahaan.
Sebab dampak penjualan illegal tersebut negara telah dirugikan senilai Rp 237 miliar dan perusahaan tidak dapat beroperasi karena mendapat sanksi dari Kantor Pajak berupa pemblokiran rekening perusahaan dan pemblokiran Administrasi Hukum Umum (AHU) sebagai akibat adanya tunggakan pajak sebesar Rp 10 miliar.
Yayasan Rumpun Diponegoro dan PT Rumpun selaku pemegang saham mayoritas memecat ‘A’ dari jabatan Direktur Utama melalui Keputusan Sirkuler sesuai Pasal 91 Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada bulan Mei 2024 yang keputusannyatelah ditetapkan oleh Kemenkumham untuk mencegah situasi semakin memburuk. Sebagai langkah lanjutan, ‘A’ diadukan ke Polda Jateng atas dugaan penggelapan uang perusahaan yang saat ini akan naik ke tahap penyidikan.
Selain itu, terdapat dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam proses penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Selanjutnya ‘A’ mengajukan empat gugatan perdata terhadap Pembina Yayasan, PT RSA dan PT. Rumpun di Pengadilan Negeri Semarang, antara lain Perkara No. 275/Pdt.G/2024/PN Smg (4 Juni 2024), Perkara No. 312/Pdt.G/2024/PN.Smg (27 Juni 2024), Perkara No. 311/Pdt.G/2024/PN.Smg (27 Juni 2024) dan Perkara No. 346/Pdt.G/2024/PN.Smg (16 Juli 2024) Langkah hukum ini menurut pihak tergugat diduga bertujuan untuk memperoleh legitimasi atas tindakannya dalam menjual lahan Carui serta mengalihkan dana hasil penjualan.
Direktur PT Rumpun, Muttaqin percaya bahwa aparat penegak hukum di Pengadilan Negeri Semarang memiliki integritas dalam memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya agar tidak ada potensi ruang tindakan koruptif seperti kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya, dimana majelis dan Ketua Pengadilan telah menerima suap dari para mafia peradilan.
‘Kasus ini satu dari sekian banyak kasus mafia tanah yang merongrong kedaulatan negara, sehingga perlu adanya pengawalan secara penuh dari seluruh elemen masyarakat, untuk secara bersama - sama melawan dan melaporkan praktik mafia tanah yang kerap memanfaatkan celah hukum dalam upaya menguasai aset strategis negara untuk kepentingan pribadi,” kata Muttaqin.
Pihak Rumpun berharap masyarakat dan media ikut mengawal dengan memantau perkembangan persidangan. Jangan terkecoh pada kasus pemberhentian jabaran Dirut yang dianggap semena-mena, namun apa dibalik pemberhentian agar diketahui publik.
Editor : Ahmad Antoni