Akhir Riwayat Sritex: Pailit Utang Rp29.8 Triliun, PHK Massal hingga Tutup Permanen 1 Maret 2025

JAKARTA, iNewsSemarang.id – Riwayat PT Sri Rejeki Isman atau Sritex, akhirnya berakhir. Sritex resmi melakukan PHK terhadap seluruh karyawan dan menutup pabriknya mulai Maret 2025.
Kurator Kepailitan Sritex mencatat tagihan utang dari para kreditur perusahaan tekstil tersebut dengan jumlah mencapai Rp29,8 triliun.
"Daftar piutang tetap para kreditur kami pasang di laman tim kurator Sritex maupun di papan pengumuman Pengadilan Niaga Semarang," kata salah satu Kurator Pailit PT Sritex, Denny Ardiansyah, di Semarang, dilansir dari Antara (28/2/2025).
1. Deretan Utang Sritex
Dalam daftar piutang tetap tersebut tercatat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, serta 22 kreditur separatis.
Adapun tagihan yang telah diakui oleh kurator antara lain dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo yang mencapai Rp28,6 miliar.
PT Sritex juga tercatat memiliki tanggungan utang kepada Bea Cukai Surakarta sebesar Rp189,2 miliar.
Sementara terhadap PT PLN Jawa Tengah-DIY sebagai kreditur konkuren, Sritex masih memiliki utang yang harus dibayar sebesar Rp43,6 miliar.
Menurut Denny, daftar tagihan tetap yang sudah disampaikan ini bisa jadi acuan kreditur dalam mengambil sikap selanjutnya dalam proses kepailitan Srite.
"Dengan besaran tagihan yang sudah diakui ini kreditur nantinya bisa mengambil keputusan dalam rapat kreditur yang akan datang," ucapnya.
2. Penyebab Sritex Pailit
Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam sempat memberi tanggapan di tengah ramainya kabar Sritex yang terancam bangkrut. Welly menyatakan bahwa hal itu tidak benar.
“Jadi tidak benar bangkrut, pasalnya perusahaan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan," katanya dalam keterangannya di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia.
Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan relaksasi kewajiban pembayaran pokok dan bunga kepada para kreditur, dan sebagian besar kreditur telah menyetujui permohonan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina telah menyebabkan gangguan rantai pasokan dan penurunan ekspor. Situasi ini terjadi karena masyarakat di Eropa dan Amerika Serikat mengubah prioritas mereka.
“Dan lesunya industri tekstil terjadi karena over supply tekstil di China. Hal ini membuat terjadinya dumping harga yang mana produk-produk ini menyebar terutama negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya dan salah satunya Indonesia,” tambah dia.
Selang beberapa bulan, berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor, Senin (21/10/2024) PT Sritex resmi dinyatakan pailit.
Keputusan ini diambil karena Sritex tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang berdasarkan perjanjian homologasi yang telah disepakati pada 25 Januari 2022. Dampak putusan ini tidak hanya memengaruhi operasional perusahaan, tetapi juga berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawan.
Sejumlah penyebab pailit-nya Sritex kian terbongkar. Mulai dari lilitan utang perusahaan yang dimiliki oleh Sritex sejak sebelum pandemi Covid-19. Laporan keuangan September 2023 mencatat total utang Sritex sekitar Rp25 triliun, yang terdiri dari utang jangka panjang, jangka pendek, serta sebagian besar berasal dari pinjaman bank dan obligasi.
Melansir laporan keuangan perusahaan, hingga 30 Juni 2024 Sritex memiliki utang sebesar USD1,6 miliar, yang terdiri dari utang jangka panjang sebesar USD1,47 miliar (Rp23 triliun) dan utang jangka pendek sebesar USD131,42 juta (Rp2 triliun).
3.Terhambat Aturan Permendag 8
Faktor lain yang menjadi penyebab Sritex bangkrut adalah saham perusahaan yang dibekukan. Pada Oktober 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan suspensi terhadap perdagangan saham PT Sri Rejeki Isman Tbk di Bursa Efek Indonesia.
Tindakan ini diambil karena perusahaan gagal memenuhi kewajiban publikasi laporan keuangan tahunan secara tepat waktu. Suspensi tersebut bertujuan melindungi investor dan menjaga transparansi di pasar modal.
Dilanjut dengan faktor ekuitas negatif yang dialami Sritex. Umumnya hal ini dipicu oleh kerugian operasional berkepanjangan, strategi pembiayaan yang keliru, atau kesalahan dalam pengelolaan keuangan.
Ketika risiko kebangkrutan mulai terlihat, perusahaan dengan ekuitas negatif perlu segera melakukan perbaikan finansial. Jika tidak, mereka akan menghadapi kesulitan dalam memperoleh pinjaman atau tambahan modal dari pihak eksternal.
Tak berhenti sampai disitu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menilai bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 jadi biang kerok Sritex Pailit.
Menperin menyebut bahwa masalah pada industri, khususnya tekstil bukan hanya karena disebabkan oleh masalah keuangan dan pasar ekspor yang lesu. Mengingat masih ada pasar dalam negeri yang potensinya bisa digali.
"Jadi ya itu saya kira suara hati yang terdalam dari seorang pelaku industri berkaitan dengan Permendag 8. Kalau Kemenperin, saya, ya memang ingin direvisi. Itu sudah dari awal kok harus direvisi. Jawabannya kapan ya tanya Kemendag," kata Menperin.
Tudingan sejumlah pihak mengenai Permendag 8 yang menjadi penyebab Sritex pailit ini kemudian turut ditanggapi oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso. Menurutnya, aturan tersebut bertujuan untuk melindungi industri tekstil.
Editor : Ahmad Antoni