Sejarah Wayang Babad Kartasura, Membaca Ulang Jejak Keraton dalam Bahasa Seni yang Hidup

SUKOHARJO, iNewsSemarang.id – Di tengah derasnya arus modernisasi, seni pertunjukan Wayang Babad Kartasura lahir sebagai medium yang menautkan kembali masyarakat dengan akar sejarahnya.
Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, melainkan jembatan yang menghubungkan generasi masa kini dengan jejak panjang Keraton Kartasura, sebuah pusat kekuasaan yang pernah memainkan peran penting dalam dinamika politik Jawa.
Seni sebagai Arsip Hidup
Gagasan menghadirkan Wayang Babad Kartasura lahir dari keprihatinan bahwa banyak bagian penting dari sejarah Jawa mulai terpinggirkan dari kesadaran kolektif. Dr. H. Djuyamto, S.H., M.H., sebagai penggagas, menilai bahwa sejarah tidak boleh berhenti dalam buku atau ruang akademik. Bersama seniman dan sejarawan, ia menghidupkan kembali narasi itu melalui panggung seni.
“Wayang ini tidak sekadar tontonan, melainkan arsip hidup yang menyapa generasi,” ujarnya dikutip Minggu (28/9/2025). Pernyataan itu merangkum esensi Wayang Babad Kartasura sebagai media yang menyalurkan memori kolektif dengan cara yang lebih membumi.
Bahasa Sejarah yang Populer
Berbeda dengan pakem wayang konvensional yang mengedepankan tokoh mitologis, Wayang Babad Kartasura menghadirkan figur nyata dalam sejarah: Amangkurat II, Pakubuwana II, Untung Suropati, Raden Mas Said, hingga Sunan Kuning.
Lakon yang dipentaskan meliputi peristiwa besar seperti Geger Pecinan, perlawanan Untung Suropati, perjuangan Pangeran Sambernyawa, hingga Perjanjian Salatiga dan Giyanti.
Dengan cara ini, sejarah yang rumit diterjemahkan dalam bahasa seni populer. Penonton tidak hanya menyaksikan sebuah pertunjukan, tetapi juga diajak memahami konteks politik, perebutan kekuasaan, dan dinamika sosial pada abad ke-17 hingga ke-18.
Relevansi di Tengah Modernitas
Wayang Babad Kartasura telah dipentaskan di berbagai ruang, mulai dari Pura Mangkunegaran Surakarta, Museum Wayang Fatahillah Jakarta, Masjid Sheikh Zayed Solo, Taman Budaya Jawa Tengah, hingga Petilasan Kraton Kartasura.
Editor : Ahmad Antoni