Apa yang terjadi? Bung Karno malah marah. Ia tidak menghendaki rumah-rumah yang telah disiapkan para loyalisnya tersebut. Kepada Sogol, Bung Karno juga menegaskan pesan untuk anak-anaknya agar tidak membawa barang-barang yang menjadi fasilitas Istana Negara.
“Semua anak-anak kalau meninggalkan Istana, tidak boleh membawa apa-apa, kecuali: 1. Buku-buku pelajaran. 2. Perhiasan sendiri. 3. Pakaian sendiri. Barang-barang lainnya seperti radio, televisi dan lain-lain tidak boleh dibawa,” kata Bung Karno.
Hari meninggalkan Istana Negara sebelum perayaan hari Kemerdekaan 17 Agustus 1967 itu pun, tiba. Semua putera-puteri Bung Karno berkumpul, termasuk para pelayan di Istana dan para pengasuh mereka di Istana. Hadir juga Letnan Kolonel Sudharmono beserta lima orang stafnya.
Setelah dilakukan penjelasan secara resmi oleh Mangil Martowidjojo, proses meninggalkan Istana Negara langsung dilakukan. Pelaksanaan pemindahan anak-anak Bung Karno dipimpin Inspektur Polisi I Prihatin. Pemandangan haru terlihat saat anak-anak itu berkemas-kemas. Guntur Soekarno Putra, anak tertua Bung Karno sempat merasa kecewa.
Guntur terlanjur menggulung antene televisi, namun pada akhirnya tak jadi dibawa karena mendengar pesan ayahnya, Bung Karno. “Yang hadir saat itu, semua mengeluarkan sapu tangan dan menyapu air mata karena menangis, termasuk Sudharmono”.
Semua putra-putri Bung Karno langsung diantarkan ke rumah Fatmawati, ibu mereka. Sogol Djauhari Abdul Muchid menyampaikan semua pesan Bung Karno kepada Fatmawati sekaligus mengatakan dirinya hanya menjalankan perintah. Jawaban Fatmawati: Bung Karno itu hanya mementingkan negara saja. Kalian kan tahu, rumahku sempit, tempat tidur tidak ada dan kamar pun tidak cukup.
Tak berlangsung lama datang rombongan Menteri Panglima Angkatan Kepolisian Soetjipto Yudhodihardjo ke rumah Fatmawati. Setelah itu menyusul truk Brimob yang mengangkut empat tempat tidur susun dari kayu beserta kasur dan bantal tanpa seprei dan sarung bantal, serta enam karung beras.
Editor : Sulhanudin Attar
Artikel Terkait