Tak mudah bagi Puspo Wardoyo saat pertama merintis usaha kuliner. Dia kerap mendapatkan cibiran dari teman-temannya yang mengetahui bila dirinya melepas statusya sebagai guru PNS untuk berjualan makanan.
Hingga suatu ketika Puspo pun bertemu temannya yang berjualan bakso di Medan pulang ke Kota Solo. Puspo pun disarankan untuk membuka usaha di Kota Medan. Ia tertarik dengan ajakan kawannya itu.
Tapi saat itu dirinya terbentur modal untuk membuka bisnis makanan di Kota Medan. Akhirnya, dia pun memutuskan kembali menjadi guru. Selama 2 tahun mengajar, 1989-1991, terkumpul uang sekitar Rp2,4 juta.
Dengan uang itu, ia membeli motor dan sewa rumah kontrakan. Sisanya sekitar Rp700.000 dipergunakan untuk modal jualan ayam bakar. Puspo lantas membuka warung kaki lima di daerah Medan Polonia, Medan. Dan nama yang dia pilih untuk warung kulinernya itu adalah Ayam Bakar Wong Solo.
"Saya kan asli Solo. Ingin masyarakat Medan tahu ada masakan Jawa dari Solo. Kebetulan Mbah saya namanya Wongso. Lalo orang mudah menyebutnya Wongso Lo, Wongso Lo. Jadilah Wong Solo. Biar mudah diingat," ujar Puspo Wardoyo belum lama ini.
Karena keterbatasan modal, awal pertama kali restoran Wong Solo berdiri, hanya dirinya sendirilah yang mengurusi semuanya. Mulai memotong 3 ekor ayam setiap harinya, meracik bumbu, melayani pembeli dan memasakakn ayam untuk pembeli semua dia lakukan seorang diri. Hingga akhirnya, dia pun mampu membayar satu orang karyawan.
Kemampuan meracik dan meramu masakan didapatnya sewaktu bekerja membantu ayahnya berdagang membuat ketagihan warga di Medan. Hingga akhirnya, Kemampuannya ini terus diasahnya sampai sekarang. Hasilnya di Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo sekarang telah ada 50 menu.
Kebiasaan yang terus dilakukan oleh Puspo Wardoyo sejak awal hingga saat ini adalah kegemarannya menolong dan bersedekah. Karena kegemaran inilah tanpa disadari oleh Puspo Wardoyo yang akhirnya menolongnya.
Editor : Sulhanudin Attar
Artikel Terkait