Adapun filosofi tauge dan sambal kelapa dimaksudkan untuk melambangkan sebuah kesederhanaan dalam hidup dengan tidak melulu bermewah-mewahan. Sedangkan dibelah tengah dan dimasukkan isi dimaksudkan bahwa antar warga sudah saling melepas kesalahan.
Meski namanya membuat salah fokus, tradisi kuliner ini ternyata sudah mengakar di Kampung Tanjungsari, Pedurungan Tengah, Semarang sejak puluhan tahun lalu atau sekitar tahun 1950 silam.
Keberadaan Kupat Jembut merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah yang diberikan selama bulan Ramadhan.
"Kupat Jembut merupakan sebuah simbol kesederhanaan. Sebab, kupat tersebut digunakan untuk merayakan Syawalan, tanpa opor sebagaimana tradisi di Jawa yang identik dengan lontong opor. Mengingat pembuatan kupat ini jelas lebih murah dibanding untuk membuat lontong opor," ujar Danniz, warga Pedurungan Tengah, Sabtu (29/4/2023).
Uniknya, tradisi kupat ini hanya ada sekali dalam setahun di Kota Semarang. Lebih tepatnya pada hari H+7 Lebaran atau Idul Fitri.
Editor : Agus Riyadi
Artikel Terkait