Di sisi lain, lanjut Ganjar, pentingnya pendataan juga berpengaruh pada penanganan kemiskinan ekstrem. Sebab menurutnya, stunting bagian tak terpisah dari isu tersebut.
“Makanya ini kita kebut, cerita-cerita seperti ini yang kita sampaikan, pengecekan langsung di lapangan kita lakukan, dan kita mesti mendapatkan laporan rutin. Ini yang menurut saya penting, agar kita bisa memastikan treatmentnya diberikan, sehingga nanti potensi angka turunnya bisa terbaca dengan baik,” ucapnya.
Dalam empat tahun terakhir, Ganjar berhasil menurunkan angka stunting di Jawa Tengah. Berdasarkan data dari e-PPBGM, angka stunting di Jawa Tengah pada tahun 2018 adalah 24,4 persen, kemudian turun menjadi 18,3 persen pada tahun 2019. Pada tahun 2020, angka tersebut turun lagi menjadi 14,5 persen, dan pada tahun 2021 menjadi 12,8 persen, hingga pada tahun 2022 mencapai angka 11,9 persen.
Keberhasilan Ganjar dalam menekan angka stunting tidak lepas dari keberhasilan program-program yang diinisiasinya, di antaranya Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng), Jo Kawin Bocah, One Student One Client, dan yang terbaru adalah peluncuran beras fortifikasi sebagai tambahan gizi bagi ibu hamil.
Ganjar yakin bahwa angka stunting di Jawa Tengah dapat terus menurun melalui koordinasi dan inovasi yang dilakukan oleh para kader kesehatan di daerah tersebut.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait