JAKARTA, iNews.id - Saat ini perayaan Imlek sudah tak asing di telinga masyarakat Indonesia. Imlek dimulai di hari pertama pada penanggalan Tionghoa yang berakhir dengan Cap Go Meh di hari ke-15.
Bagi masyarakat etnis Tionghoa mempercayai Imlek sebagai awal penentuan nasib dan keberuntungan selama satu tahun ke depan.
Berbagai tradisi, mulai dari keberuntungan hingga larangan dan pantangan bagi kepercayaan akan mereka jalankan.
Mengutip dari jurnal berjudul ‘Imlek, Identitas dan Multikulturalisme di Yogyakarta’ karya Sudono, Suhartono dan GR. Lono Lastoro Simatupang, perayaan Imlek di Indonesia pernah dilarang ketika pemerintahan Orde Baru (1966-1998).
Etnis Tionghoa mendapatkan tekanan diskriminasi hingga tidak dapat melakukan ritual dan tradisi-tradisi budaya mereka.
Presiden ke-2 RI, Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Akibatnya, beberapa tradisi keagamaan etnis Tionghoa di Indonesia tidak dapat dijalankan karena batasan itu.
Perayaan Tahun Baru Imlek, perayaan Peh Cun (Festival Perahu Naga), perayaan Tong Chiu Pia (Perayaan Kue Bulan) dan Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka. Termasuk juga tarian barongsai dan liong.
Namun Etnis Tionghoa di Indonesia dapat bernapas lega setelah Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mencabut Inpres tersebut.
Pemerintah memberikan kesempatan lebar ke etnis Tionghoa untuk menyamakan kedudukan mereka dengan masyarakat lain tanpa diskriminasi.
Kebijakan tersebut menimbulkan pro kontra di kalangan etnis Tionghoa, khususnya penganut Konghucu, Imlek dianggap hari raya keagamaan dan Imlek berkaitan dengan lahirnya Konfusius.
Namun, bagi sebagian masyarakat Tionghoa lainnya, Imlek tidak lebih dari tradisi budaya, khususnya etnis Tionghoa yang memeluk agama Islam, Kristen dan Katolik.
Mulai tahun 2003, Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri memutuskan bahwa Imlek dijadikan hari libur nasional. Hal ini diumumkan Megawati saat menghadiri perayaan Imlek 2553 pada Februari 2002.
Sejak saat itu, klenteng-klenteng atau vihara-vihara mulai ramai dikunjungi oleh etnis Tionghoa untuk melakukan ritual mereka.
Editor : Miftahul Arief
Artikel Terkait