Tapi bersamaan dengan itu, terjadi konflik di Madinah antara Bani Hasyim dengan Bani Umaiyah. Usman, ayahanda Ali, wafat terbunuh. Mendengar kabar itu, Ali pulang ke Madinah.
Tapi konflik terus lanjut sampai membuat Ali dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam. Hasan dan Husein yang berada di Basrah pun pulang ke Madinah.
Kekuasaan saat itu ada di tangan Muawiyah, lalu konflik masih berlanjut. Hasan wafat karena keracunan di Madinah.
Husein pun merasa situasi makin tidak terkendali. Lantas dia menyerahkan Madinah kepada Yazid bin Muawiyah. Kemudian dia kembali ke Basrah bersama keluarga besarnya tanpa membawa pasukan perang. Hussein juga berharap perdamaian terjadi saat itu.
Di tengah perjalanan, tepatnya di Karbala, pada 9 Asyuro (9 Muharram), Yazid yang sudah tidak bisa mengendalikan emosi, mengirim pasukan perang untuk membunuh Husein beserta seluruh keluarga dan anak cucunya.
Pada 10 Asyuro, pasukan Yazid melakukan pembantaian terhadap cucu-cucu Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam hijrah. Seluruh umat Islam pun berduka karena perbuatan sadis tersebut.
Sejak itulah orang Islam di dunia, bahkan masyarakat Jawa, menjadikan Suro sebagai bulan duka atau bulan belasungkawa. Jadi, tidak ada kaitannya dengan Nyi Roro Kidul mengadakan pesta pernikahan.
"Itulah mengapa banyak orang Jawa tidak berani menikahkan anaknya di bulan Suro. Bukan karena Nyi Roro Kidul sedang melaksanakan pesta pernikahan, tapi karena sedang berada di bulan berduka," tegas Gus Muwafiq.
Wallahu a'lam bisshawab.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait