YOGYAKARTA, iNewsSemarang.id - Kisah inspiratif datang dari Frista Chairunnisa yang menjadi wisudawan termuda S2 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM. Saat ini, Frista masih berusia 22 tahun 9 bulan 27 hari.
Perempuan asal Pangkalpinang, Bangka Belitung itu mampu mendobrak rata-rata usia lulusan Magister di periode ini yang biasanya lulus di usia 29 tahun 6 bulan 15 hari.
Frista bukan siswa akselerasi. Namun anak pertama dari 4 bersaudara ini lahir 25 Agustus 2001 ini sejak kecil memang sudah diajarkan oleh kedua orangtuanya untuk belajar membaca dan berhitung sejak dini.
Alhasil di usia Frista yang menginjak empat tahun ia sudah berani masuk ke jenjang sekolah dasar. Meski tidak mengikuti program akselerasi, Frista menanamatkan jenjang bangku SD, SMP dan SMA dalam waktu normal.
Hanya saja saat lulus SMA dan mendaftar kuliah, Frista masih di umur 16 tahun. “Saya masuk SD di usia 4 tahun. Di bangku SMP dan SMA tidak ikut akselerasi,” katanya, dikutip dari laman UGM, Minggu (28/7/2024).
Apa faktor kesuksesannya bisa jadi lulusan termuda S2 UGM? Ia menyebut orang tua dan dosen. Selama kuliah, para dosen selalu memberi arahan dan memantau perkembangan riset disertasinya.
“Beliau-beliau selalu memberi arahan bagaimana membuat pekerjaan lebih efektif dan sabar ketika saya membuat banyak kesalahan,” tambahnya.
Menjadi dosen setelah menyelesaikan studi pascasarjana, Frista berencana kembali ke Provinsi Bangka Belitung untuk mengabdi sebagai dosen.
Sambil mengajar, ujarnya, ia ingin mengeksplorasi sebanyak-banyaknya bidang penelitian di bidang biologi. Ia selalu memegang prinsip agar tetap bersikap rendah hati dalam belajar.
“Jangan pernah malu belajar dari siapapun. Merendahlah bagai cangkir yang diletakkan di bawah agar air dari teko di atasnya bisa masuk,” nasihatnya.
Setelah lulus dari sarjana Biologi, ia memiliki dorongan kuat untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat magister. Ketertarikan Frista pada Bioteknologi, khususnya dalam riset penyakit kanker, membawanya untuk memilih UGM sebagai tempat studi pascasarjana.
UGM memiliki pusat riset kanker yang aktif mengeksplorasi bahan-bahan alam Indonesia sebagai agen kemoprevensi kanker. Saya kira tumbuhan herbal Indonesia adalah potensi luar biasa yang bisa kita bawa untuk dikenal di mata internasional,” ungkapnya.
Menempuh studi magister di bidang Bioteknologi SPs UGM bukan tanpa tantangan. Salah satunya adalah penyesuaian pada penguasaan pada penggunaan alat laboratorium. “Saya butuh waktu lama dan melewati banyak kegagalan untuk menghasilkan data yang benar dan layak,” kata Frista yang lulus dengan IPK 3,87.
Setelah beberapa kali mencoba, ia berhasil saat pengalamannya pertama kali melihat wujud bentuk dari sel kanker yang menjadi momen penting dalam studinya. “Saya bersyukur tergabung dalam grup riset kanker yang yang saling mendukung dalam kegiatan riset,” ujarnya.
Selama masa studi S2, Frista terlibat dalam beberapa proyek penelitian terkait pengembangan potensi bahan alam sebagai agen antikanker. Diantaranya menakar potensi efek antikanker ekstrak daun kirinyuh sebagai agen sitotoksik Kombinasi Doxorubicin pada Sel Kanker Payudara Luminal A.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait