Namun di satu sisi, black campaign terjadi karena adanya kandidat yang menganggap bahwa dengan cara tersebut, akan mempercepat perubahan preferensi politik publik atau persepsi publik terhadapnya.
Sehingga, menurutnya perlu ada kesadaran dari stakehoder terkait untuk mengembalikan kesadaran budaya politik, budaya demokrasi, budaya kompetisi di Indonesia.
"Jika ruang-ruang publik ini masih mengakomodasi praktek-praktek black campaign atau semacamnya tentunya ini cukup memprihatinkan dan berpotensi dapat menimbulkan konflik dan adu domba masyarakat oleh oknum paslon yang haus kekuasaan," ujarnya.
Menurutnya, semua elemen mulai dari tim sukses (timses) hingga aparat penegak hukum seharusnya memiliki inisiatif untuk membangun kesadaran politik yang sehat di kalangan masyarakat, tak hanya KPU dan Bawaslu.
"Pengawasan dari semua elemen perlu yaa. Bukan hanya KPU, Bawaslu saja. Aparat hukum, tim sukses, masyarakat harus punya inisiatif membangun kesadaran berpolitik sehat dan berkualitas," tandasnya.
Diketahui, di media sosial marak postingan diduga oknum pendukung paslon 02 Pilkada Kudus 2024 yang menyebarkan ujaran kebencian. Bahkan menggunakan politik identitas dan SARA yang dapat memicu konflik sosial pada Pilkada.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait