Masih di Semarang, kitab Masa’il as-Sittin karya Abu al-Abbas Ahmad al-Misri, sebuah depiksi tentang ajaran dasar Islam populer di Jawa sekitar abad ke-19 dicernanya dengan tuntas dari Syekh Abdul al Ghani.
Tidak pernah puas, haus ilmu, itulah sifat setiap ulama. Demikian pula beliau, nyantri kepada Kiai Syada’ dan Kiai Murtadla pun dijalaninya yang kemudian menjadikannya sebagai menantu.
Setelah menikah, Kiai Sholeh Darat merantau ke Makkah. Di Tanah Haram, dia berguru kepada ulama-ulama besar, antara lain Syekh Muhammad al Muqri, Syekh Muhammad ibn Sulaiman Hasbullah al Makki, Sayyid Ahmad ibn Zaini Dahlan, Syekh Ahmad Nahrawi.
Kemudian Sayyid Muhammad Salen ibn Sayyid Abdur Rahman Az-Zawawi, Syekh Zahid, Syekh Umar Asy-Syami, Syekh Yusuf al Mishri, dan lain-lain.
Berkat kecerdasan, kealiman, dan keluasan ilmu serta kemampuannya; akhirnya Kiai Sholeh Darat mendapat ijazah dari beberapa gurunya untuk mengajar di Makkah.
Editor : Miftahul Arief