SEMARANG, iNewsSemarang.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendapati enam industri farmasi yang memproduksi sirop obat dengan kadar cemaran etilen glikol (EG)/dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.
Keenam industri farmasi itu di antaranya PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT. Ciubros Farma, PT. Samco Farma dan PT Rama Emerald Multi Sukses. Temuan itu berdasarkan hasil investigasi dan intensifikasi pengawasan.
“Pengawasan obat dan makanan terus dilakukan setiap waktu oleh BPOM untuk menciptakan rasa aman masyarakat dalam mengonsumsi obat dan makanan,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangannya, dikutip Kamis (29/12/2022).
Investigasi dan intensifikasi pengawasan melalui perluasan sampling, pengujian sampel produk sirop obat dan bahan tambahan yang digunakan serta pemeriksaan lebih lanjut terhadap sarana produksi juga dilakukan atas temuan itu.
Sanksi administratif diberikan berupa mencabut sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) diikuti pencabutan seluruh izin edar sirop obat tersebut, produknya juga ditarik dari pedagang besar farmasi, apotek, toko obat hingga fasilitas pelayanan kefarmasian lainnya untuk kemudian dimusnahkan. Sediaannya juga diperintahkan BPOM untuk dimusnahkan.
Di tahun 2022 ini, Indonesia memang dihadapkan ujian baru yakni kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injury (AKI) pada anak. Ada 199 kematian dari 324 kasus yang ditemukan. Kejadian ini sebagian besar disebabkan keracunan cemaran EG dan DEG dalam pelarut obat sirop.
“Ada beberapa kasus AKI pada anak yang tidak berhubungan dengan konsumsi obat sirup tercemar EG dan DEG yang juga perlu didalami untuk pembelajaran ke depan,” ujar Penny.
BPOM juga memverifikasi 177 produk sirop obat tidak menggunakan propelin glikol, polietilen glikol, sorbitol dan atau gliserin/gliserol. Selain itu, 332 produk sirop obat dari 38 Industri Farmasi (IF) juga dinyatakan sudah memenuhi ketentuan. Ini terhitung dari Januari hingga 22 Desember 2022 ini.
Pihaknya, sebut Penny, telah bekerja keras dan bertindak cepat serta bersinergi dengan Polri sehingga berhasil mengungkap penyebab utama sekaligus pelaku kejahatan kemanusiaan terkait dengan obat sirop ini.
Hal itu, kata dia, cukup penuh tantangan. Sebab, hingga saat ini BPOM belum memiliki payung hukum berupa RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Dukungan moral dan apresiasi dari berbagai pihak didapat BPOM.
“Kami berusaha menunjukkan konsistensi dan keteguhan untuk selalu mengedepankan landasan keilmuan (science) yang solid dalam mengambil keputusan dan bertindak,” kata Penny.
Soal payung hukum itu, Penny menyebut yang saat ini diperjuangkan di DPR sangat diperlukan untuk bisa secara efektif melindungi 274 juta penduduk Indonesia dari obat dan makanan yang tidak memenuhi standar. (mg arif)
Editor : Maulana Salman