Mbah Munif pun menyambut baik rembugan seperti ini. Sebab ini bagian dari menyampaikan aspirasi.
"Saya tidak mengecilkan peran NU maupun badan otonomnya. Tapi warga NU juga harus bersuara agar ada keterwakilan NU di perhelatan besar negara ini," terangnya.
Mbah Munif pun sudah berbicara dengan sejumlah kyai lain. Ini bagian dari dirinya ikut berkiprah.
"Karena ini barangkali menjadi kewajiban bersama, dan ada respon baik dari apa yang saya sampaikan itu," jelasnya.
Kiai, kata Mbah Munif, juga harus berkiprah langsung dengan masyarakat. Dia menyebut, para Walisongo tak hanya di pesantren dan sekadar memberi pengajian.
"Tapi berkiprah aktif di masyarakat. Termasuk berpolitik. Tidak ada buruknya. Karena tujuan utama politik adalah menyelamatkan ummat dunia akhirat," jelasnya.
Sehingga, katanya, itu merupakan kewajiban bersama, termasuk dari para kiai. "Sekali lagi agar umat selamat dunia hingga akhirat," jelasnya.
Mbah Munif pun mengajak para kiai untuk memaknai tawassut secara jelas. Tawassuth (netral), katanya, bukan berarti tidak ikut terlibat.
"Justru kiai harus ikut bergerak, berkiprah. Gak hanya di pinggiran. Jadi ulama juga ikut menyelamatkan umat secara langsung," katanya.
PKB, lanjut Mbah Munif, didirikan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bersama kasepuhan NU saat itu.
"Karenanya memperjuangkan partai ini, juga bagian memperjuangkan Mbah Hasyim. Agar NU terus hadir dalam situasi apapun. Ini runutan saya," katanya.
Kiai asal Kota Semarang KH Hanif Ismail menyatakan, apa yang disampikan Mbah Munif sudah jelas. Sebagai jamiyah (organisasi), NU memang tidak mengurus politik praktis.
"Tapi sebagai jamaah, boleh. Utamanya dalam menentukan pemimpin di negeri ini, baik Eksekutif maupun Legislatif," ujarnya.
Kiai Hanif pun setuju dengan sosok Gus Muhaimin. Dia tahu betul, Gus Muhaimin berangkat dari keluarga, bahkan keturunan salah satu pendiri NU.
"Saya hanya nderek. Bagaimana kita mengupayakan, dan ikut terlibat," imbuhnya.
Editor : Maulana Salman