Dedy menambahkan, dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1281 K/Sip/1979. 15 April 1981 yang menyebutkan, bantahan terhadap eksekusi yang diajukan setelah eksekusi dilaksanakan tidak dapat diterima.
"Artinya selama eksekusi diajukan belum dilaksanakan, salah satu pihak berperkara masih dapat mengajukan perlawanan eksekusi," ujarnya.
Atas kejadian tersebut, pihaknya akan melakukan upaya gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Bahwa terhadap permohonan eksekusi yang diajukan oleh pihak terlawan terhadap objek sengketa yang dimohonkan merupakan cacat hukum dikarenakan dari pihak terlawan bukan merupakan orang yang berhak terhadap objek eksekusi.
"Terlebih dahulu PMH nya akan kita buktikan, kita akan bertarung di Pengadilan untuk terkait masalah data-data. Ayo di sini kita merasa kita meyakini bahwa klien kita merupakan ahli waris tunggal yang mana di situ harusnya sertifikat itu tetap harus turun waris dulu ke Budi Toyati," jelasnya.
Dedy memaparkan, objek eksekusi diperoleh oleh pelawan dari pewarisan (sebagai pewaris tunggal) dan tidak pernah dilakukan jual beli atas objek eksekusi yang dimaksud. Karena Budi Toyati adalah ahli waris tunggal, dimana sertifikat HM no.758 manyaran atas nama Suratno tersebut atas nama kakek Budi Toyati yang telah meninggal tanggal 25 september 2000.
"Yang sudah meninggal lama tapi kenapa ada jual beli tahun 2010, dan Budi Toyati merupakan anak kandung dan atau ahli waris tunggal dari ibu kandung Y Giyati yang meninggal dunia tanggal 2 juni 2010 dan merupakan anak dari almarhum Suratno (atas nama SHM 758/manyaran dan muncul akta jual beli menjadi milik Irwan pada tanggal 15 juli 2010. Apakah orang sudah meninggal bisa melakukan jual beli," ucap Dedy.
Editor : Maulana Salman