Ronny mengatakan, pada setiap kasus yang terjadi, BPN terkesan melempar tanggung jawab dan terkesan cuci tangan seolah-olah tidak bertanggung jawab ketika terjadi kasus mafia tanah.
Sertifikat ganda maupun tumpang tindih persil sebagai salah satu contoh dugaan maladministrasi yang dilakukan oknum BPN di daerah karena dalam memenuhi permohonan sertifikat tanah seharusnya dilakukan pendalaman riwayat dan batas tanah tersebut.
Maka dengan temuan data tersebut, KP2KKN Jawa Tengah minggu lalu telah melaporkan temuannya kepada Presiden dan beberapa lembaga diantaranya Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk mendorong penyelesaian kasus, sedangkan di Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN, KP2KKN meminta untuk segera dilakukan audit pelayanan di setiap kator BPN di daerah khususnya di Jawa Tengah.
"Selain itu kami juga bersurat kepada KPK untuk dilakukan superfisi atas kasus mafia tanah yang terindikasi korupsi juga memonitoring kerja pelayanan BPN di daerah agar tidak terjadi kasus mafia tanah kembali. Kami sangat berharap kasus mafia tanah di Jawa Tengah untuk dapat segera diselesaikan oleh aparat penegak hukum sehingga korban mendapatkan kepastian hukum dan dapat memberikan efek jera pada pelaku," ucap Ronny.
Dari data yang terkumpul, kata Ronny, didapatkan dua kasus yang mengarah pada kasus korupsi, diantaranya kasus
di Kota Salatiga terkait pengadaan lahan perumahan karyawan DP4 yang merupakan anak perusahaan PT Pelindo. Kemudian kasus lain adalah pengadaan lahan perumahan karyawan PT Angkasa Pura di Kabupaten Purworejo.
Sedangkan korban dan pelaku dari kasus mafia tanah yang terjadi di Jawa Tengah dari berbagai kalangan. Dilihat dari sisi korban memang didominasi oleh masyarakat biasa namun beberapa kasus yang menjadi korban merupakan orang yang memiliki kekuatan ekonomi maupun pernah menduduki jabatan publik, seperti kasus tumpang tindih persil di Kecamatan Genuk Kota Semarang. Dalam hal ini korban Daniel Budi Setiawan merupakan pengusaha yang juga pernah duduk sebagai anggota DPR RI.
"Pelakunya sendiri juga melibatkan orang-orang yang penting seperti kasus di Blora dimana pelakunya adalah seorang oknum anggota DPRD. Selain itu juga terdapat pelaku dari unsur BPN dan Notaris bahkan perangkat desa maupun kelurahan yang menjadi aktor penting dalam kasus mafia tanah ini, dimana dari oknum inilah beberapa dokumen diduga dilakukan manipulasi maupun pemalsuan," terang Ronny.
Editor : Maulana Salman