SEMARANG, iNewsSemarang.id - Berita tentang penggunaan bongpay atau nisan sebagai penutup selokan di wilayah Jalan Saputan Raya, Kelurahan Jombang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang telah menjadi viral di media sosial.
Hal ini menuai berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk tokoh Tionghoa Kota Semarang, Irwan Leokita W Karunia, yang merasa prihatin dengan adanya pengalihan fungsi benda penghormatan terhadap leluhur tersebut.
"Kami prihatin ya, dengan bongpay atau (batu) nisan yang tidak terawat baik. Malah cenderung disalahgunakan dan beralih fungsi. Ada yang digunakan sebagai jembatan di atas got, tutup got dan lain lain. Padahal bongpay atau (batu) nisan itu sejatinya adalah benda penghormatan terhadap leluhur," jelas Irwan kepada Wartawan di Semarang, Jumat (15/3/2024).
Irwan menegaskan pentingnya menjaga bongpay atau nisan sebagai bagian dari budaya dan sejarah, serta mengharapkan pemerintah untuk melakukan inventarisasi dan penyelamatan terhadap keberadaannya.
"Kami berharap, undang-undang nomor 11 tahun 2010 dapat digunakan sebagai dasar untuk menginventaris dan menyelamatkan keberadaan Bongpai atau nisan yang ada," ucap Wakil Ketua Forkommas RI.
Keprihatinan juga dirasakan salah satu masyarakat pemerhati sosial F Tika Mantofani, warga Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang menyayangkan benda cagar budaya yang memiliki sejarah panjang peradaban manusia, khususnya di Kota Semarang, dipakai untuk menutup selokan (got) dan tidak di rawat.
"Kalau Saya pribadi menanggapi dari sisi historical (sejarah), di dalam batu nisan situ kan memang ada sejarah ya, bahkan mungkin ratusan tahun lalu, sayang kalau ada pembongkaran. Tiba-tiba ada berita kita menemukan beberapa nisan itu dipakai untuk menutup selokan, Saya rasa itu tidak etis. Apalagi dengan adanya sejarah yang tertulis di situ, pastinya itu salah satu cagar budaya," ungkapnya.
Oleh sebab itu, lanjut Tika, jika memang nantinya batu nisan itu tidak dipakai lagi bisa dikumpulkan dalam sebuah tempat penampungan tertentu, agar nilai manfaatnya masih bisa dirasakan oleh masyarakat Kota Semarang khususnya.
Selain juga sebagai upaya untuk memberikan penghormatan kepada leluhur orang-orang Tionghoa, sehingga lebih harmonis dalam memaknai nilai-nilai budaya yang berbhineka tunggal ika.
"Kita perlu untuk lebih toleran sebagai masyarakat dengan agama dan budaya yang berbhinekka tunggal ika. Seharusnya layaknya makam, perlu dihormati. Hal ini juga bisa dipertimbangkan dalam hal tata kota. Membangun kota juga perlu memikirkan aspek kultural dan aspek desain yang harmonis," tegasnya.
Editor : Maulana Salman