Pada abad ke-10, Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambarnya sendiri merupakan cerita dari Ramayana pada Candi Penataran di Blitar.
Cerita Ramayana sendiri dipilih karena Raja Jayabaya merupakan penyembah Dewa Wisnu yang setia. Bahkan, masyarakat beranggapan Raja Jayabaya adalah titisan Batara Wisnu.
Kesenian wayang terus berkembang, hingga pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir dibuat sebuah wayang dengan cat. Pewarnaan tersebut untuk menyesuaikan martabat tokoh, misalnya raja, kesatria, pendeta, dewa dan lain sebagainya.
Asal Usul Wayang dalam Islam
Namun, ketika kerajaan Majapahit runtuh, wayang kulit beserta gamelan dibawa ke Demak. Hal ini karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menyukai kesenian karawitan dan pertunjukan wayang.
Hanya saja, terjadi kontroversi terhadap wayang karena pengikut agama Islam beranggapan bahwa gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram. Sebab, kesenian tersebut berbau budaya Hindu.
Untuk menghilangkan kesan berbau budaya Hindu dan pemujaan kepada arca, maka diciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan gambaran manusia, yakni wayang purwa.
Editor : Miftahul Arief