“Jangan memusuhi orang yang baik, orang-orang yang benar ini dan memiliki hak konstitusional yang sah berdasarkan undang-undang. Kualat nanti,” tegasnya.
Sri Sumanta menambahkan, surat pernyataan kesediaan mengundurkan diri yang ditandatangani caleg dinilai tidak memiliki kekuatan hukum apa pun. Terlebih dengan munculnya Peraturan Partai Nomor 03 Tahun 2024.
Dia menyebut, selain caleg PDIP dari Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen yang ia damping, juga terdapat 47 caleg dari 19 kabupaten kota di Jawa Tengah yang kabarnya mengalami nasib serupa.
Ketua Banteng Soca Ludira Yudi Kurniawan (Wawan Wulung) mengatakan, dirinya menilai setelah ditetapkannya keputusan Peraturan DPP PDI Perjuangan 03 Tahun 2024 yang ditandatangani Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri, maka aturan DPD PDIP Jawa Tengah tentang komandan Te tidak berlaku.
Pihaknya akan berjuang untuk mendapatkan hak sebagai caleg dengan suara terbanyak dan dilantik sebagai anggota DPRD.
Wawan menilai, terbitnya Peraturan Partai Nomor 03 Tahun 2024 sebagai respons para caleg yang mengajukan gugatan, protes keras, menghadap DPP PDIP dan dilakukan sidang di Mahkamah Partai. Setelah aksi yang dilakukan para caleg PDIP dari Karanganyar, Sukoharjo dan Klaten, kemudian bermunculan protes serupa dari daerah lainnya di Jawa Tengah.
“Kami berharap DPP memutuskan yang paling adil, agar perjuangan kami tidak sia-sia sebagai caleg terpilih agar ditetapkan,” katanya. Dia menilai program komandanTe gagal karena Kabupaten Wonogiri sebagai tempat lahir sekaligus laboratorium, ternyata kursinya turun satu.
Diketahui, PDIP Jawa Tengah menerapkan sistem komandanTe untuk menangkan pemilu legislatif 2024. Sistem dimaksudkan antara pengampu wilayah dan jajaran struktural partai saling bergotong royong dalam memenangkan pemilu.
Editor : Ahmad Antoni