“Dari survei ini terlihat 55,8 persen guru memiliki penghasilan tambahan dari pekerjaan lain. Namun, penghasilan tambahan ini pun tidak signifikan, mayoritas guru yang memiliki sampingan tersebut hanya mendapat kurang dari Rp500.000,” ucap Anwar.
Terdapat pekerjaan sampingan favorit yang dipilih oleh guru, yaitu mengajar privat atau bimbel (39,1 persen), berdagang (29,3 persen), bertani (12,8 persen), buruh (4,4 persen), kreator konten (4 persen) dan driver ojek daring (3,1 persen).
Berutang juga menjadi salah satu jalan untuk menutupi kebutuhan hidup. Tercatat 79,8 persen guru mengaku memiliki utang.
“Para guru mengaku memiliki utang kepada bank/BPR sebanyak 52,6 persen, keluarga atau kerabat 19,3 persen, Koperasi Simpan Pinjam 13,7 persen, teman atau tetangga 8,7 persen dan pinjaman online 5,2 persen,” ujar Anwar.
Saat dalam kondisi terdesak oleh suatu kebutuhan, 56,5 persen guru pernah menjual atau menggadaikan barang berharga yang dimiliki. Barang yang digadaikan itu antara lain emas perhiasan (38,5 persen), BPKB kendaraan (14 persen), sertifikat rumah/tanah (13 persen), motor (11,4), mas kawin (4,3 persen) dan SK PNS (3,9 persen).
CEO GREAT Edunesia Dompet Dhuafa, Asep Hendriana mengatakan, temuan IDEAS tersebut terkonfirmasi oleh pengalaman lembaganya dalam mendampingi para guru.
“Berdasarkan pengalaman lembaga kami, tingkat kesejahteraan yang rendah pada profesi guru, tidak pernah menyurutkan semangat mereka untuk tetap mengajar hingga usia senja, karena bagi mereka ini adalah sebuah pengabdian,” ujar Asep.
Asep menilai, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu memperhatikan permasalahan ini. Selain soal kesejahteraan, Asep juga memandang perlu ada lembaga-lembaga yang memang mendampingi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya lewat pelatihan, pendampingan dan program capacity building lainnya.
Editor : Ahmad Antoni