“Justru itu yang harus dievaluasi bagaimana buruh bisa dapat rumah. Di samping cara mendapatkannya susah, rumah subsidi harganya naik gila-gilaan, awalnya dirintis Rp100 juta, baru 5 tahunan sekarang sudah Rp160 juta, sekarang sama saja nggak ada rumah subsidi yang mampu diakses (buruh),” katanya.
Dia menyebut jika melihat aturan pengupahan maka kemungkinan besar rata-rata upah buruh naik sekira 4 persen hingga 5 persen. Jika tiap bulan ada potongan Tapera, sama saja upah tidak naik.
Dia mempertanyakan bagaimana jika pekerja sudah punya rumah, apakah dipaksa jadi peserta dan kapan peserta bisa menerima manfaatnya. Hal itu juga yang perlu dijelaskan pemerintah.
“Kita dipotong gaji sekarang, manfaatnya didapat kapan? Apakah bisa dirasakan setelah 10 tahun, 15 atau 20 tahun setelah jadi peserta? Sama kayak pensiun, kita dipotong di tahun 2015 baru bisa tahun 2030 (manfaatnya). Nah, pada saat berjalan 5 sampai 10 tahun banyak pekerja kena PHK, gimana nasibnya? Jadi manfaatnya kapan bisa dirasakan?” ujarnya.
Tapera ini diatur Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2024 tentang Perubahan atas PP nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Pada regulasi itu diatur besaran simpanan peserta atau iuran Tapera adalah 3% dari gaji atau upah Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri.
Besaran simpanan untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5% dan Pekerja sebesar 2,5%. Sementara besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri ditanggung sendiri sebesar 3%.
Editor : Ahmad Antoni