Perjalanan mengantar gerilya Jenderal Sudirman seingatnya dimulai pukul 8 pagi dengan dikawal banyak pria berseragam.
Rute yang ditempuh teramat berat karena melewati medan berbukit-bukit dan hutan yang amat lebat. Seringkali perjalanan berhenti untuk beristirahat sekaligus memakan perbekalan yang dibawa.
"Dari Bajulan (Nganjuk), saya dan pemikul lain terus balik ke Goliman. Waktu itu dikasih kain dan sarung,” ujarnya.
Menurut Djuwari, istrinya yang kini telah meninggal dunia amat senang menerima kain pemberian sang jenderal. Saking seringnya dipakai, kain sarung itu akhirnya rusak.
Kini Djuwari hanya tinggal mewariskan cerita kisahnya mengikuti gerilya. "Pak Dirman pesan, hidup itu harus rukun, sama tetangga saling sapa, satu desa harus rukun semua," katanya.
Sepanjang hidupnya menjadi mantan pemanggul tandu Jenderal Sudirman, keluarga Djuwari beberapa kali didatangi cucu sang panglima besar.
Djuwari bercerita, pernah suatu kali dirinya diberi uang Rp 500.000. Setelah itu belum ada yang datang membantu. Pemerintahan yang cukup baik kepadanya adalah pada zaman Soeharto. Sesekali dia menerima bantuan beras.
Editor : Agus Riyadi