Sindhu yang juga dikenal sebagai dalang ini atas seijin penulisnya yang hanya mengambil ruh, tema dan semangat lakon yang ditulis Eko Tunas. Konsep Pakeliran Sampak’an “Sang Panggung” ini merupakan pementasan bentuk perpaduan antara pakeliran wayang kulit, tari, teater tradisi (ketoprak) dalam satu panggung besar yang terbagi dalam beberapa panggung kecil.
“Kalau dalam “Nyi Panggung” hanya satu pemeran (Nyi Panggung) yang jadi fokus cerita atau daya tarik cerita, tetapi dalam “Sang Panggung” besutan Sindhu ini , semua pemain punya peran sesuai dengan tokoh yang dimainkannya,” ujarnya.
Pementasan “Sang Panggung” ini lebih kompleks, meriah, dan menarik, apalagi naskah ini digarap dengan konsep sampakan.Dialog-dialog dalam pementasan ini mengusung narasi berupa persoalan-persoalan kehidupan keseharian awak panggung.
Dialog-dialognya juga menarasikan kegelisahan tentang keberlangsungan kehidupan seni tradisi yang selama ini digeluti dan jadi satu-satunya tumpuan kehidupannya.
Hingga menukik kepersoalan bangkrutnya kesenian tradisi.Dikisahkan, Denmas Eko (yang diperankan Sindhunata) pemilik tobong ketoprak Eko Mardhika yang didukung awak ketopraknya mencoba untuk bertahan hidup dengan segala daya upayanya agar tobong kehidupannya tak bangkrut. Pergelaran lakon “Sang Panggung” ini sarat pesan dan muatan moral.
Sindhunata menerangkan Sang–adalah sesuatu yang terhormat. Sedangkan Panggung dalam hal ini merupakan ruang yang tak terbatas dan sebagai tempat dalam menumbuhkembangkan kreativitas seni tradisi yang elok, agar tak tergusur tetapi juga disukai milenial bertumbuhkembang dan lestari.
“Ada optimisme yang ditawarkan Teater Lingkar dengan etos kerja dan semangat seni tradisi harus tetap bertahan untuk mewarnai kehidupan agar tak kering dan fana. Hidup jadi lebih hidup,” ujar Sindhu.
“Perlunya me-make over garapan ketoprak agar lebih kekinian, berani keluar dari zona nyaman, dan kebaruan yang ditawarkan bisa dipertanggungjawabkan dengan wangun dan mungguh,” ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni