BANDUNG, iNewsSemarang.id - Eman Sulaeman ditunjuk menjadi hakim tunggal dalam sidang permohonan praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Hakim Elman mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Eky dan Vina di Cirebon pada tahun 2016 silam.
Eman Sulaeman lahir pada 10 April 1975 di Karawang. Dia dikenal sebagai sosok pria yang tegas dan berkomitmen dalam mewujudkan keadilan.
Eman Sulaeman pernah menempuh pendidikan sarjana (S1) dalam program studi Ilmu Hukum di Universitas Pasundan Bandung. Pada tahun 1999, ia lulus dan berhasil memperoleh sarjana. Kini, Eman bertugas dan menjabat sebagai Hakim Pengadilan Negeri di PN Bandung selama 3 tahun dan kini dia berpangkat Pembina Tingkat I IV/b.
Sebelum mengenyam karier di PN Bandung, Eman diketahui memiliki jejak karier dan menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah.
Kemudian pada tahun 2019 hingga 2021, dia melanjutkan jenjang karirnya dengan menjabat Ketua Pengadilan Negeri Wonosari, Gunung Kidul.
Hakim tunggal tersebut juga mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) selama 24 tahun yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung (MA).
Untuk diketahui. permohonan atau gugatan praperadilan dengan termohon atau tergugat Kapolri cq Polda Jabar cq Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar itu diajukan 22 kuasa hukum atas penetapan tersangka Pegi dalam kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan M Rizky Rudiana atau Eky di Cirebon.
Kuasa hukum menilai penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka otak kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada Sabtu 27 Agustus 2016, tidak berdasarkan dan tanpa bukti.
Saat ini, gugatan praperadilan Pegi Setiawan telah teregister di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Bandung dengan Nomor Perkara 10/Pid.Pra/2024/PN Bandung.
Salah satu kuasa hukum Pegi, Muchtar mengatakan, praperadilan ditempuh lantaran Pegi Setiawan dijadikan tersangka dalam kasus Vina Cirebon tanpa dasar dan bukti kuat.
“Kami lihat di konferensi pers pertama, tidak ada bukti kuat mengarah kepada tindak pidana yang dilakukan klien kami (Pegi Setiawan). Kemudian, sejak 2016, klien tidak pernah dipanggil polisi dan diperiksa sehingga sangat layak dan pantas mengajukan praperadilan," kata Muchtar.
Diberitakan sebelumnya, kasus pembunuhan Vina dan Eky terjadi pada Sabtu 27 Agustus 2016 kembali mencuat setelah tayang film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari. Masyarakat pun mendesak kepolisian menuntaskan kasus tersebut.
Apalagi masih ada 3 DPO atau buron yang masih bebas berkeliaran, yaitu Pegi, Andi, dan Dani. Sepekan setelah kasus tersebut kembali viral, penyidik Polda Jabar menangkap Pegi Setiawan pada Selasa 21 Mei 2024. Pria yang bekerja sebagai kuli bangunan itu dituduh menjadi otak pembunuhan Vina dan Eky. Tentu saja Pegi membantah keras tuduhan tersebut.
Saat konferensi pers, Pegi menegaskan tidak melakukan pembunuhan yang dituduhkan polisi kepadanya. Apalagi Polda Jabar hanya menunjukkan bukti-bukti ijazah, KTP, kartu keluarga, STNK, dan buku rapor. Sementara, bukti keterlibatan Pegi dalam kasus itu tidak ditunjukkan oleh polisi.
Pegi pun mengklaim memiliki alibi kuat tidak berada di Cirebon pada Sabtu 27 Agustus 2016. Dia memastikan tengah bekerja kuli bangunan di Bandung. Alibi ini dikuatkan oleh para saksi, teman-teman sesama kuli bangunan, Rudi Irawan ayah Pegi, dan Kartini, ibu kandungnya. Bahkan, alibi Pegi berada di Bandung dikuatkan dengan bukti unggahan di media sosial (medsos) Facebook sejak Juni hingga Desember.
Namun, penyidik Ditreskrimum Polda Jabar keukeuh menuduh Pegi sebagai pelaku, walaupun tanpa bukti. Penyidik justru mendalami chatt Pegi dan teman-temannya di Facebook pada 2015 yang tentu saja tidak terkait dengan peristiwa pembunuhan Vina dan Eky.
Editor : Ahmad Antoni